You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Democracy Project<br />
Pada Senin, 29 Agustus 2005, hari wafatnya Cak Nur,<br />
komputer saya tiba-tiba tidak bisa menyala. Padahal, di harihari<br />
sebelumnya, komputer saya dapat beroperasi seperti<br />
biasanya. Mungkin ini tanda, atau entahlah….<br />
Saat itu, saya baru beberapa bulan bergiat di Yayasan<br />
Wakaf Paramadina. Saya tidak memiliki pengalaman<br />
khusus dan sangat personal dengan Cak Nur, baik sebelum<br />
maupun sesudah saya menjadi staf di lembaga yang dia ikut<br />
bentuk itu. Hari itu, saya sedang sibuk mengupayakan agar<br />
komputer saya di kantor dapat beroperasi. Tiba-tiba, saya<br />
mendapat kabar bahwa Cak Nur telah kembali ke pangkuan<br />
Ilahi. Seluruh karyawan diminta segera ke Rumah Sakit<br />
Pondok Indah untuk melayat Cak Nur.<br />
Ketika sampai di rumah sakit, kami tidak diperbolehkan<br />
masuk. Setelah prosesi selesai, yakni pemandian dan<br />
pengafanan, beberapa orang dari keluarga maupun orang<br />
terdekat dipersilakan melihat wajah Cak Nur untuk terakhir<br />
kali. Saya berupaya mendekat agar dapat melihat wajahnya.<br />
Saya cukup beruntung, karena dapat menggotong<br />
(mengangkat) kurung batang yang berisi tokoh besar Islam,<br />
dan berkesempatan ikut mengantarnya ke Universitas<br />
Paramadina, tempat persemayaman Cak Nur.<br />
Di mobil jenazah, saya sempat bertanya dalam hati.<br />
Kenapa orang yang begitu peduli terhadap nasib umat Islam<br />
dan bangsa ini begitu cepat dipanggil? Bagaimana nasib<br />
pembaruan Islam pasca Cak Nur? Bagaimana nanti nasib<br />
toleransi, pluralisme, dan demokrasi di Indonesia?<br />
190 | All You Need is Love