23.12.2014 Views

20141222_MajalahDetik_160

20141222_MajalahDetik_160

20141222_MajalahDetik_160

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

EKONOMI<br />

Direktur Utama PT Pertamina<br />

Dwi Soetjipto (kiri) bersama<br />

Sekjen Kementerian ESDM<br />

Teguh Pamudji (kedua dari<br />

kiri), Kepala BPH Migas Andi<br />

Noorsaman Sommeng (kedua<br />

dari kanan), dan Presiden<br />

Direktur PT AKR Corporindo<br />

Tbk Haryanto Adi Koesoemo<br />

(kanan).<br />

VITALIS YOGI TRISNA/ANTARA<br />

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak<br />

dan Gas Bumi Kementerian ESDM Naryanto<br />

Wagimin menjelaskan pilihan pertama adalah<br />

menentukan kisaran subsidi Rp 1.000-2.000<br />

per liter selama satu tahun anggaran. Harga<br />

BBM mungkin akan naik-turun, seirama harga<br />

nonsubsidi, selama masih dalam batas atas<br />

Rp 2.000 dan batas bawah Rp 1.000.<br />

Pilihan kedua adalah dengan subsidi mengambang.<br />

De ngan cara inilah subsidi ditentukan,<br />

misalnya per liter Rp 2.000. Maka, harga<br />

Premium yang dijual di pasar selalu Rp 2.000<br />

lebih murah dari harga nonsubsidi untuk kelas<br />

BBM sama.<br />

Subsidi tetap bisa menjadi pilihan karena<br />

dari sisi fiskal lebih memudahkan pemerintah<br />

dalam menetapkan alokasi subsidi. Jika ini<br />

dilakukan, pemerintah tidak perlu merevisi<br />

APBN setiap kali ada gejolak terhadap harga<br />

minyak maupun nilai tukar. Cuma, penerapan<br />

kebijakan ini tidak bisa berjalan sendiri karena<br />

mesti ada persetujuan bersama dengan Ke-<br />

MAJALAH DETIK 22 - 28 DESEMBER 2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!