You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SELINGAN<br />
Bersama Slamet Rahardjo<br />
dalam salah satu adegan<br />
film Badai Pasti Berlalu yang<br />
disutradarai oleh Teguh Karya,<br />
1977.<br />
WWW.TEGUHKARYA.PERFILMAN.PNRI.GO.ID<br />
sampai sakit, meski kadang-kadang harus bangun<br />
pukul 2 pagi untuk bisa mengejar sunrise.<br />
Seperti saat mau syuting Tjoet Nya’ Dhien, saya<br />
menginap di hutan. Di film ini, saya bersama<br />
Reza (Rahadian) juga tidur di lokasi untuk merasakan<br />
aura alamnya.<br />
Terus terang, ada empat guru yang banyak<br />
membantu karier saya di film. Pak Teguh Karya<br />
bersama Teater Populer adalah yang pertama<br />
mengajarkan bagaimana sikap kita sebagai<br />
pekerja seni. Bagaimana sikap profesionalisme<br />
dan mengembangkan wawasan.<br />
Kedua, Mas Slamet Rahardjo, yang mengajari<br />
dan menyadarkan saya bahwa tubuh, jiwa,<br />
dan pikiran kita adalah modal untuk menjadi<br />
seorang pemain. Dia mengajarkan, kita punya<br />
roh yang bisa dikelola dan harus dikelola. Bukan<br />
hanya untuk kepentingan seni peran, tapi kita<br />
sebagai manusia harus memelihara, menjaga,<br />
dan mengelolanya. Menjaga hati dan niat baik<br />
kita.<br />
Dari Mas Eros (Djarot), saya belajar betapa<br />
pentingnya seorang pemain itu harus cerdas,<br />
harus mempunyai wawasan yang luas. Di situlah<br />
kemudian saya belajar mengelola kecerdasan<br />
itu. Supaya bisa betul-betul menjadi optimal.<br />
Guru keempat itu kehidupan manusia.<br />
l l l<br />
Setelah Tjoet Nya’ Dhien, saya terlibat dalam<br />
MAJALAH DETIK 22 - 28 DESEMBER 2014