26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

98<br />

dalam tindakannya terhadap korupsi. Apalagi kalau korupsi ini menyangkut anggota<br />

keluarganya. Masihkah Soeharto perlu didukung?<br />

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut segera muncul. Pada saat kerusuhan-yang<br />

kemudian dikenal sebagai-Peristiwa Malari (1974), tatkala para mahasiswa memprotes<br />

dominasi Jepang atas perekonomian Indonesia, dan menuduh beberapa asisten pribadi<br />

Presiden sebagai "antek" para pengusaha Jepang, Soeharto mengambil tindakan tegas<br />

dengan menangkapi mahasiswa dan cendekiawan yang dianggap punya kaitan dengan<br />

demonstrasi ini. Mereka kemudian dipenjarakan sampai beberapa tahun. Beberapa media<br />

besar dicabut izin terbitnya, karena dianggap memanaskan suasana dan mengganggu<br />

stabilitas.<br />

Dengan Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari), Soeharto tampaknya<br />

mengambil sikap tegas: "Go to hell with civil society." Dia sepertinya mengingatkan para<br />

cendekiawan/mahasiswa "who is the boss". Pada titik ini tampaknya "perkawinan" antara<br />

Soeharto dan masyarakat madani bubar jalan.<br />

Setelah "perceraian" ini, apa yang terjadi bisa diramalkan. Protes dan demonstrasi,<br />

yang tadinya merupakan gerakan koreksi, sekarang menjadi gerakan konfrontasi.<br />

Demonstrasi berikutnya, pada 1978, yang dilakukan oleh para mahasiswa ITB di Bandung,<br />

tidak lagi menuntut supaya Soeharto mau memberantas korupsi, tapi menuntut Soeharto<br />

tidak mencalonkan diri lagi sebagai presiden. Ini bahasa halus dari teriakan: "Minggir!"<br />

Soeharto pun menjawab dengan tegas pula: Kampus ITB diserbu dan diduduki militer, para<br />

pimpinan mahasiswanya dijebloskan ke penjara selama beberapa tahun.<br />

Tindakan-tindakan Soeharto selanjutnya setelah tahun 1974 merupakan seruan:<br />

"Masyarakat madani minggir, pemerintah mau lewat". Partai-partai disederhanakan<br />

menjadi tiga, para pemimpin partai dikenai penelitian khusus (litsus) militer untuk<br />

membuktikan kesetiaannya kepada negara. Media massa semakin ketat diawasi.<br />

Sejak saat ini, meskipun masyarakat madani memang tidak mati total, dia hanya<br />

hidup di bawah tanah, bergerilya. Kekuatan politiknya praktis nol. Masyarakat madani hidup<br />

dalam dunia bisik-bisik dan humor-humor politik yang menyindir pemerintah, dalam diskusidiskusi<br />

terbatas para mahasiswa dan cendekiawan, dalam pembacaan puisi-puisi kritis<br />

Rendra, atau dalam drama sindiran yang dipentaskan Teater Koma dan monolog Butet<br />

Kertaredjasa. Salah satu humor politik yang menjadi favorit saya adalah yang menyatakan<br />

bahwa orang-orang Indonesia pada zaman Soeharto punya tiga sifat dasar: pintar, jujur, dan<br />

pro-pemerintah. Tapi tiap orang Indonesia hanya bisa memiliki dua saja. Kalau dia pintar<br />

dan pro-pemerintah, dia tidak jujur; kalau dia jujur dan pro-pemerintah, dia tidak pintar;<br />

dan kalau dia pintar dan jujur, dia pasti anti-pemerintah.<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!