26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

77<br />

Para Penembak dalam Gelap<br />

S<br />

uatu malam, 26 Juli 1983, nun di Lubuk Pakam, 40 kilometer dari Medan. Dari<br />

remang-remang, Suwito, pemilik dua warung di desa itu, melihat lima orang yang<br />

menghampirinya. Mereka meminta Suwito mengikuti mereka karena butuh<br />

keterangan.<br />

Tanpa curiga, Suwito naik ke mobil Landrover putih penjemput. Di dalam mobil,<br />

mereka bertanya soal Usman Bais, pemimpin perampok terkenal dari Medan saat itu yang<br />

pernah makan di warungnya. Suwito membantah punya hubungan dengan sang perampok,<br />

apalagi ketika mereka menuduh Usman Bais sebagai orang yang memberi modal untuk<br />

warungnya.<br />

Menurut cerita Suwito, ia dibawa berputar-putar di pinggiran Medan selama dua<br />

jam. Ia sempat difoto dua kali. Di Desa Hamparan Perak yang sepi, Suwito dipaksa turun.<br />

Seorang penjemputnya ikut turun. "Orangnya sedang-sedang, tegak, tapi agak pincang,"<br />

kata Suwito.<br />

Begitu turun, lelaki pincang mencabut pistolnya. "Tiga kali dor, saya jatuh. Saya<br />

masih bisa mendengar salah seorang penjemput menyuruh supaya kepala saya ditembak.<br />

Tapi orang yang diperintah bilang saya sudah mati, setelah meraba perut saya," kata Suwito.<br />

Ia memang menahan napas berpura-pura mati. Suwito lalu dilempar ke parit di pinggir jalan.<br />

Pada 1983, adegan seperti itu terjadi di mana-mana di segenap penjuru Indonesia<br />

yang kelak dikenal sebagai peristiwa Petrus (Penembak Misterius). Kala itu, warga Jakarta<br />

dan kota-kota besar lain di Indonesia menjadi terbiasa dengan mayat-mayat bertebaran.<br />

Namun, mereka sama sekali tak mengetahui siapa pembunuhnya.<br />

Pemerintah pada awalnya enggan menjelaskan penemuan mayat-mayat itu. Aparat<br />

keamanan pun menepis keterlibatan mereka. Panglima ABRI saat itu, Jenderal L.B.<br />

Moerdani, misalnya, hanya menyatakan bahwa pembunuhan terjadi akibat perkelahian<br />

antargeng. Pembunuhan yang bertubi-tubi itu, menurut Benny, bukan keputusan<br />

pemerintah. Memang, katanya, "Ada yang mati ditembak petugas, tapi itu akibat mereka<br />

melawan petugas."<br />

Namun, dalam buku biografi Ucapan, Pikiran, dan Tindakan Saya, Soeharto justru<br />

"mengesahkan" adanya petrus itu. Ia menyatakan, penembakan misterius itu sengaja<br />

dilakukan sebagai terapi kejut untuk meredam kejahatan.<br />

"Kejadian itu misterius juga tidak. Masalah yang sebenarnya adalah bahwa kejadian<br />

itu didahului ketakutan oleh rakyat," kata Soeharto, yang tertulis pada Bab 69 biografinya.<br />

Orang-orang jahat itu, kata dia, sudah bertindak melebihi batas-batas perikemanusiaan.<br />

"Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment, tindakan yang tegas," tuturnya.<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!