26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

45<br />

Soeharto dan Rezim Anti-Partai<br />

Saiful Mujani<br />

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI)/Peneliti Freedom Institute<br />

Bagaimana mengintegrasikan kelompok-kelompok masyarakat ke dalam sistem besar<br />

yang disebut negara-bangsa seperti Indonesia? Bagaimana keinginan masyarakat<br />

dikomunikasikan kepada elite pemerintah dan sebaliknya kebijakan dari pemerintah<br />

disampaikan kepada masyarakat dalam negara yang kompleks pada zaman modern ini?<br />

Partai politik, walaupun bukan satu-satunya, adalah jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan<br />

besar tersebut.<br />

Selain berfungsi mengartikulasikan kepentingan rakyat dalam politik nasional, partai<br />

politik juga berfungsi mengintegrasikan kelompok masyarakat dari Sabang sampai Merauke.<br />

Dengan kata lain, partai politik, dalam studi Bill Liddle tahun 1960-an, punya fungsi untuk<br />

integrasi nasional. Individu-individu, kelompok suku, agama, kelas sosial, dan sentimen<br />

kedaerahan yang begitu besar di negeri kita, dimediasi dan dipertemukan dalam unit-unit<br />

lebih besar dalam partai politik. Partai politik juga mendekatkan jarak politik dari pusat<br />

kekuasaan kepada rakyat.<br />

Fungsi integratif dan artikulatif partai politik inilah yang diabaikan sepanjang sejarah<br />

kekuasaan Soeharto. Kebutuhan rezim Orde Baru Soeharto untuk integrasi nasional dan<br />

untuk memperantarai rakyat dengan elite pemerintahan dipenuhi terutama lewat kekuatan<br />

angkatan bersenjata dan oleh Golongan Karya (Golkar)-kelompok fungsional yang diciptakan<br />

elite tentara sendiri.<br />

Sifat dasar partai adalah refleksi dari pembelahan sosiologis masyarakat-apakah itu<br />

karena perbedaan ideologis, kelas sosial, ataupun perbedaan primordial (agama, suku, atau<br />

kedaerahan). Karena itu, sejak awal, oleh para pendirinya, Golkar didefinisikan bukan<br />

sebagai partai politik, tapi sebagai kelompok fungsional lintas sosiologis. Karena itu Golkar<br />

tidak berideologi, tidak merepresentasikan kelompok primordial atau kelas sosial tertentu.<br />

Ia berpretensi mewakili semuanya. Kalaupun mau disebut berideologi politik, ideologi yang<br />

dimaksud adalah Pancasila. Ia diciptakan bagi lintas golongan ataupun lintas kelompok<br />

sosial. Golkar seperti negara; negara dalam negara, atau bentuk lain dari negara.<br />

Akar dari gagasan Golongan Karya, sebagai organisasi non-partai, ini dapat ditarik<br />

jauh ke belakang. Setidaknya sampai pada gagasan Soekarno tahun 1920-an yang<br />

menghendaki adanya kelompok nasional yang mencerminkan lintas golongan dan<br />

kelompok, bukan partai politik yang beragam sebagai cerminan dari keragaman golongan<br />

atau kelompok masyarakat.<br />

Setelah merdeka, elite politik lain seperti Mohammad Hatta menolak gagasan<br />

semacam itu. Yang mengisi pentas politik adalah partai-partai politik dengan ideologi yang<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!