TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO
Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara
Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />
61<br />
Bakti Sepanjang Jalan<br />
KABAR dari kawasan Bintaro itu cepat mencapai Jalan Yusuf Adiwinata, Menteng,<br />
Jakarta Pusat. Pemilik rumah langsung menggelar rapat keluarga. Ia mengumpulkan<br />
keempat adiknya, kecuali Hutomo Mandala Putra.<br />
Justru Hutomo, alias Tommy, yang jadi pusat keprihatinan. Adik laki-laki bungsu itu<br />
diberitakan tertangkap di Bintaro pada 28 November 2001. Elza Syarief, pengacara Tommy<br />
yang ikut dalam rapat keluarga itu, mencatat peran Siti Hardijanti Rukmana-biasa disebut<br />
Tutut-si pemilik rumah.<br />
Setelah menyimak semua saran, putri sulung Soeharto itu memutuskan agar tim<br />
pengacara Tommy diperkuat. "Tim pengacara Pak Harto jadi ikut membantu kami," kata Elza<br />
kepada Ami Afriatni dari Tempo.<br />
Tommy, yang didakwa membunuh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dan<br />
memiliki senjata, lalu diadili. "Sampai berbulan-bulan Mbak Tutut sulit tidur ngurusin kasus<br />
Mas Tommy," kata Elza. Tommy jadi buronan selama setahun dan 22 hari.<br />
Tutut ibarat ganjal bagi keluarga Soeharto. Ia mengurusi mulai dari tuntutan<br />
pengadilan sampai soal kesehatan ayahnya. Ringkas kata, perempuan yang menikah dengan<br />
Indra Rukmana pada 29 Januari 1972 itu selalu tampil di depan membela trah Soeharto.<br />
Orang tuanya memang telah lama memberikan kepercayaan kepada emak tiga anak<br />
ini. Ketika ayahnya masih presiden, Tutut mengakui kurangnya waktu Pak Harto dan Ibu Tien<br />
memperhatikan anak-anaknya. "Karena itu, sejak di SMA saya telah menjadi ibu sekaligus<br />
bapak untuk adik-adik saya," kata Tutut, yang tidak menamatkan kuliah di Fakultas Teknik<br />
Universitas Trisakti, Jakarta, kepada Kompas.<br />
Soeharto selalu mendorong Tutut bergiat di lapangan sosial dan politik. Dalam<br />
Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, orang kuat Orde Baru itu memuji aktivitas<br />
sosial Tutut. "Itu ajaran yang kami berikan kepadanya, agar tidak hidup sendirian, tapi<br />
bermasyarakat."<br />
Tutut lahir pada 23 Januari 1949 di Yogyakarta, ketika Soeharto sedang menyiapkan<br />
Serangan Umum 1 Maret. Kelahiran Tutut, kata Soeharto dalam otobiografinya, "Ternyata<br />
menambah semangat saya untuk berjuang."<br />
Pada awal 1990-an, Tutut mendirikan Yayasan Tiara Indah, yang menggelar Kirab<br />
Remaja Nasional. Ia juga menjadi orang nomor satu di Himpunan Pekerja Sosial Indonesia,<br />
Perhimpunan Donor Darah Indonesia, Organisasi Federasi Perhimpunan Donor Darah<br />
Internasional, dan Palang Merah Indonesia.<br />
http://Semaraks.blogspot.com