26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

54<br />

"Ya sudah, ndak usah pakai rekaman. Saya juga ndak tahu tentang alat itu. Ngobrol sajalah,<br />

enakan."<br />

Wawancara yang semula dimulai pukul 10.00, belum berakhir sampai pukul 14.00.<br />

"Kami masih ngobrol terus ketika Pak Harto pulang dari Bina Graha. Pak Harto hanya<br />

memberi salam, tertawa, terus naik ke ruang atas," kata Toeti.<br />

Wawancara ketiga, saat Toeti menjadi wartawan majalah Femina. Tak banyak<br />

pertanyaan diajukannya. Ketika itu Tien menganjurkan bagaimana seharusnya perilaku<br />

seorang istri dan bagaimana membantu karier suami. "Jangan lupa, minumlah jamu," pesan<br />

Tien.<br />

Saidi<br />

Fotografer Istana<br />

"Saya Ini Diajak Ikut, itu kepanjangan nama saya, Saidi," kata Saidi, bergurau. Pria<br />

yang kini berusia 65 tahun ini menjadi juru foto di Sekretariat Negara sejak Soeharto<br />

menjadi pejabat presiden. Perkenalannya dengan Soeharto dimulai sejak sang Jenderal<br />

memimpin Operasi Mandala membebaskan Irian Barat, 1963.<br />

Saidi mengabadikan pertempuran itu karena tugasnya sebagai staf penerangan di<br />

Angkatan Darat. Ketika Soeharto menggantikan presiden pertama Soekarno, dia dipanggil<br />

menjadi juru foto Istana. "Setelah itu, ke mana saja Pak Harto ke luar negeri, saya diajak,"<br />

kata bapak empat anak dan kakek sembilan cucu ini.<br />

Selama 32 tahun menjadi juru foto di Istana, dia telah merekam puluhan ribu bahkan<br />

mungkin seratusan ribu gambar.<br />

Ia mengaku jarang sekali berbicara dengan Presiden. "Saya ini hanya pion, tak<br />

banyak bicara dengan bapak," katanya. Selain mengabadikan berbagai acara kenegaraan,<br />

Saidi juga selalu diminta menjadi juru foto acara keluarga. Kameranya tak pernah<br />

ketinggalan zaman. Sebab, jika bukan kantor yang memperbarui perlengkapannya, anakanak<br />

Soeharto sering kali membelikannya kamera jenis terbaru.<br />

Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, ini mengaku Soeharto tidak pernah<br />

membatasi mana peristiwa yang boleh difoto dan mana yang haram. Dia sendiri yang harus<br />

tahu batasannya. "Kalau bapak menerima tamu pribadi, saya tahu tidak akan saya foto,"<br />

katanya. Meski dia menolak siapa yang dimaksud sebagai tamu pribadi itu.<br />

Sebuah peristiwa yang membuatnya tidak enak hati adalah ketika mengiringi<br />

Soeharto bertemu Klompencapir (kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa) di<br />

Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto berniat meneruskan perjalanan ke Pacitan, Jawa Timur,<br />

menggunakan helikopter. Heli kecil itu hanya muat empat orang, Soeharto bersama tiga<br />

jenderal TNI.<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!