TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO
Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara
Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />
94<br />
Trisakti Jadi Saksi<br />
12 Mei 1998....<br />
Halaman parkir Universitas Trisakti padat oleh khalayak pada pukul 11 pagi. Ada guru<br />
besar, dosen, mahasiswa, kar- yawan, alumni. Mereka meriung sembari menantikan orasi<br />
mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Abdul Haris Nasution.<br />
Beranjak siang, aliran manusia kian deras. Hawa mulai menghangat tatkala 5.000-an<br />
mahasiswa bergantian memekikkan yel-yel. "Turunkan harga sembako! Reformasi politik!<br />
Mundurlah Soeharto!"<br />
Abdul Haris, jenderal tua itu, batal datang. Tapi anak-anak muda yang<br />
menantikannya tidak membatalkan pergelaran akbar mereka: berjalan kaki ke gedung<br />
DPR/MPR di Senayan, Jakarta Pusat-sepuluh kilometer lebih dari kampus Trisakti di Grogol,<br />
Jakarta Barat.<br />
Saat itu tengah hari, sekitar pukul 12.00 WIB. Baru 100-an meter keluar dari kampus,<br />
pasukan Pengendali Massa Polres Jakarta Barat, Korps Brimob Polda Metro Jaya, dan<br />
Pasukan Anti-Huru-Hara Resimen Induk Kodam Jaya menghadang barisan mahasiswa<br />
Trisakti.<br />
Wakil mahasiswa, Dekan Fakultas Hukum Trisakti Adi Andojo, dan Komandan Kodim<br />
Jakarta Barat, Letkol (Inf.) Amril Amin, berunding. Hasilnya? Aksi damai hanya sampai di<br />
depan kantor lama Wali Kota Jakarta Barat. Kurang-lebih 300 meter dari kampus.<br />
Adi menemui mahasiswa seusai berembuk. "Saya minta kalian berjanji tidak ada aksi<br />
kekerasan di tempat ini," ujarnya, disambut tepuk tangan mahasiswa. Aksi berjalan tertib.<br />
Sesekali mahasiswa bercanda dengan aparat keamanan, membagikan minuman kemasan,<br />
permen, dan bunga mawar<br />
Sekitar pukul 16.30 WIB, aparat meminta aksi dibubarkan dan mahasiswa diminta<br />
mundur ke kampus. Sempat terjadi ketegangan. Menurut saksi dari mahasiswa, ketika<br />
mereka bergerak ke kampus, ada yang melontarkan kata-kata kotor dan makian.<br />
"Sepertinya polisi sengaja memancing kemarahan mahasiswa," kata seorang saksi.<br />
Tiba-tiba dentuman senapan mengoyak udara petang hari. Mahasiswa kocar-kacir,<br />
apalagi belum semuanya masuk ke kampus. Walau kemudian terbukti kampus bukan lagi<br />
"inner sanctum" alias "wilayah suci"-yang bebas dari senjata dan kekerasan.<br />
Berondongan senjata tak berkeputusan ke arah kampus berlangsung hampir tiga<br />
jam. Ratusan orang terluka. Empat mahasiswa gugur: Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan,<br />
Heri Hartanto, Hendriawan Sie.<br />
http://Semaraks.blogspot.com