26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

114<br />

Misteri Anak Desa Kemusuk<br />

"Saya ini benar-benar kelahiran Desa Kemusuk dan memang anak petani dari Desa<br />

Kemusuk...."<br />

S<br />

uara bariton Soeharto menguasai ruang kerja kepresidenan di Bina Graha, Jakarta,<br />

Senin siang pada pengujung Oktober 1974. Di dalam gedung di samping Istana Negara<br />

itu, Soeharto mengundang sekitar seratus wartawan dalam dan luar negeri. Acaranya,<br />

Soeharto menceritakan tentang silsilah riwayat hidupnya.<br />

Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah pejabat teras saat itu memang langka. Boleh<br />

dibilang, hampir tak pernah terjadi Kepala Negara, yang pada dasarnya pendiam itu,<br />

membentangkan satu bagian dari sejarah hidupnya secara khusus kepada publik selama<br />

sekitar dua jam. Mengapa?<br />

Semua bermula dari artikel majalah POP yang terbit di Jakarta. Dalam edisi No. 17,<br />

Oktober 1974, POP-singkatan Peragaan, Olahraga, Perfilman-terbit dengan tulisan bertajuk<br />

Teka-teki Sekitar Garis Keturunan Soeharto. "Tulisan itu tidak saja merugikan saya pribadi,<br />

tapi juga keluarga dan leluhur saya," kata Soeharto di hadapan wartawan waktu itu.<br />

Tulisan lima halaman itu bercerita tentang silsilah riwayat hidup Soeharto. Kisahnya<br />

berbeda dengan silsilah yang ditulis dalam buku The Smiling General karya O.G. Roeder<br />

terbitan Gunung Agung, Jakarta, 1969. Menurut artikel itu, Soeharto sebenarnya anak<br />

seorang priayi keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II. Priayi itu bernama R.L.<br />

Prawirowiyono, yang bergelar R. Rio Padmodipuro.<br />

Suatu hari, Rio terpaksa menitipkan istri dan anaknya kepada orang desa yang<br />

bernama Kertorejo, sebab ia harus menikah lagi dengan putri seorang wedana yang<br />

berpengaruh. Kala itu si anak, katanya bernama R. Soeharto, telah berusia 6-7 tahun. Ini<br />

sebuah tragedi yang sungguh menyedihkan, kata majalah itu mengutip ucapan seseorang.<br />

Sejak itu ayah, ibu, dan anak tak pernah mencoba saling berhubungan lagi. Hingga<br />

sang ayah meninggal pada 1962, ia tak sempat melihat wajah putranya yang telah<br />

dibuangnya, yang tak lain-menurut majalah POP dengan nada pasti-adalah Soeharto,<br />

Presiden RI kedua dan penguasa Orde Baru.<br />

Sebenarnya, sekitar dua tahun sebelum artikel POP itu terbit, bisik-bisik tentang<br />

"silsilah" tersebut mulai santer di Yogyakarta. Dan hasilnya tampaknya telah dikirimkan<br />

kepada Soeharto langsung. Seperti diungkapkan Soeharto di depan wartawan di Bina Graha<br />

pada 28 Oktober 1974, soal silsilah itu telah lama didengarnya. "Bahkan ada yang tulis surat<br />

kepada saya dalam bentuk cerita," katanya.<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!