26.09.2015 Views

TEMPO EDISI KHUSUS SOEHARTO

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

Tempo Edisi Khusus Soeharto - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tempo Edisi Khusus Soeharto<br />

85<br />

Jejak Sepatu Lars Sang Jenderal<br />

Lelaki itu selalu melontarkan tanya yang sama. Ke mana perginya lelaki yang ia cintai.<br />

Ke mana perginya dua tangan lembut itu? Beribu-ribu pertanyaan menerjang benak<br />

Zarkani (nama disamarkan). "Sudah matikah ayahku? Bila sudah, di mana kuburnya?"<br />

Zarkani terus bertanya kepada siapa saja yang ia temui. Hingga sebelum dua tahun lalu,<br />

tanya itu masih nyaring terdengar. Kini, Zarkani entah ke mana.<br />

Kewarasan lelaki tinggi kelahiran 1969 ini melayang sejak ia berusia 20 tahun. Kisah<br />

pilu Zarkani bermula saat ayahnya dipanggil ke markas TNI (ketika itu masih ABRI) di Krueng<br />

Pase, Aceh Utara. Pemerintah rezim Soeharto saat itu sudah menetapkan Aceh sebagai<br />

daerah operasi militer (DOM). Sejak itulah ayah Zarkani tak pernah kembali. Dan lelaki itu<br />

terus menanti serta bertanya.<br />

Suatu kali Zarkani menggelepar di kubangan darah hewan kurban yang disembelih di<br />

halaman masjid sambil berteriak, "Ini darah ayahku." Di lain waktu, dia membuat gundukan<br />

di halaman rumah dan berkata, "Ini makam ayahku."<br />

Di bumi Seulawah ribuan anak terhimpit kesedihan seperti Zarkani. Mereka menanti<br />

ayah pulang. Hari, minggu, bulan, musim, tahun berlalu, sang ayah tetap saja tak ada kabar.<br />

Operasi militer yang berlangsung pada 1989?1998. Pada masa itu sekitar 300<br />

personel Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dilatih di Libya kembali ke Aceh.<br />

Berbekal keyakinan dan senapan seadanya, tentara GAM menyerang pos-pos TNI dan Polri.<br />

Perang gerilya tak terbendung.<br />

Itulah yang terjadi di Syantalura. Saat itu kawasan kilang minyak dan gas Arung, Aceh<br />

Utara itu masih menikmati pagi. Polisi-polisi penjaga sedang mengecap udara segar. Tibatiba,<br />

segerombolan orang menggeruduk dan melepaskan rentetan tembakan ke pos polisi.<br />

"Sebuah peluru menyambar seorang polisi berpangkat kopral satu," kata Ramli Ridwan,<br />

mantan Bupati Aceh Utara.<br />

Ramli menuturkan, aksi saling bunuh antara TNI dan GAM meletus sejak Teungku<br />

Hasan Tiro mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember 1976. ABRI<br />

menggempur mereka. Namun, Tiro dan pemimpin GAM lainnya kabur ke Swedia setelah<br />

tujuh tahun buron di Tanah Rencong. Gerakan ini kemudian diteruskan oleh tentara-tentara<br />

muda didikan Libya.<br />

Kondisi gawat itu membuat Gubernur Aceh Ibrahim Hasan mengumpulkan bupati,<br />

tokoh masyarakat juga komandan tentara di Komando Resor Militer (Korem)<br />

011/Lilawangsa di Lhokseumawe. Mereka lalu sepakat membawa masalah ini ke Jakarta.<br />

http://Semaraks.blogspot.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!