14.06.2013 Views

Panduan investigasi dan penuntutan dengan pendekatan hukum ...

Panduan investigasi dan penuntutan dengan pendekatan hukum ...

Panduan investigasi dan penuntutan dengan pendekatan hukum ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Proses Penanganan Perkara 83<br />

5.3 Masalah Khusus: Pengembalian Aset Hasil Kejahatan<br />

Dewasa ini pemberantasan korupsi difokuskan kepada tiga hal pokok, yaitu:<br />

pencegahan, pemberantasan <strong>dan</strong> pengembalian aset hasil korupsi (Stolen Asset Recovery –<br />

STAR). Dalam konteks kejahatan pembalakan liar <strong>dan</strong> korupsi yang terkait pembalakan<br />

liar ini masalah pengembalian aset merupakan hal yang penting karena kegagalan<br />

pengembalian aset hasil korupsi dapat mengurangi ‘makna’ pemi<strong>dan</strong>aan terhadap para<br />

koruptor. Upaya pengembalian aset tidak mudah dilakukan karena para pelakunya<br />

memiliki akses yang sangat luas <strong>dan</strong> sulit dijangkau dalam menyembunyikan maupun<br />

melakukan pencucian uang hasil korupsinya. Masalah ini menjadi lebih rumit karena<br />

tempat penyembunyian aset hasil kejahatan umumnya melampaui batas wilayah negara<br />

dimana korupsi dilakukan (Pohan dkk. 2008).<br />

Dalam konteks Indonesia, ada beberapa argumen mengenai pentingnya pengaturan<br />

pengembalian aset ini, antara lain:<br />

1. Indonesia masih tergolong salah satu negara terkorup di Asia <strong>dan</strong> di dunia,<br />

sehingga banyaknya kekayaan yang dikorupsi tidak saja membutuhkan<br />

<strong>penuntutan</strong> <strong>dan</strong> penjatuhan sanksi bagi pelaku tetapi juga pengembalian aset;<br />

2. Indonesia telah meratifikasi UNCAC <strong>dan</strong> pengembalian aset merupakan salah<br />

satu prinsip dasarnya;<br />

3. Indonesia telah mengatur Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal<br />

Assistance - MLA) <strong>dengan</strong> asas timbal balik. Dengan demikian jika<br />

menginginkan asetnya yang berada di luar negeri, Indonesia juga harus mengatur<br />

hal yang sama <strong>dengan</strong> negara lain.<br />

Mekanisme pengembalian aset sendiri masih lemah dalam upaya pemberantasan<br />

korupsi di Indonesia (Pohan dkk. 2008). Hingga saat ini, RUU mengenai pengembalian<br />

aset hasil kejahatan masih dalam tahap penyusunan <strong>dan</strong> diharapkan dapat mendukung<br />

upaya pengembalian aset hasil kejahatan di masa depan. Dengan a<strong>dan</strong>ya MLA <strong>dan</strong><br />

beberapa perjanjian <strong>dengan</strong> negara lainnya, mekanisme pengembalian aset diharapkan<br />

dapat lebih diperkuat.<br />

Secara kelembagaan, lembaga yang memiliki fungsi sebagai pusat kewenangan (central<br />

authority) untuk hubungan timbal balik adalah Departemen Hukum <strong>dan</strong> Hak Asasi<br />

Manusia (Depkumham). Departemen ini yang memiliki kewenangan dalam menerima<br />

<strong>dan</strong> mengirimkan permohonan bantuan <strong>hukum</strong>an dari dalam ke luar negeri <strong>dan</strong><br />

sebaliknya. Beberapa lembaga penegak <strong>hukum</strong> <strong>dan</strong> lembaga lainnya bekerja sama<br />

<strong>dengan</strong> pusat kewenangan ini dalam melaksanakan upaya pengembalian aset melalui<br />

mekanisme MLA. Lembaga lain ini mencakup Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK<br />

<strong>dan</strong> Departemen Luar Negeri. Meski demikian, beberapa lembaga seperti kejaksaan<br />

<strong>dan</strong> KPK terka<strong>dan</strong>g juga langsung berhubungan <strong>dengan</strong> lembaga mitra mereka di<br />

negara lain untuk melakukan kerja sama pengembalian aset maupun meminta informasi<br />

mengenai pelaku atau aset kejahatan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!