Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara
Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara
Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
❏ Ida Basaria<br />
Halaman 39<br />
Pemarkah Keaspekan dalam Bahasa Batak Toba<br />
PEMARKAH KEASPEKAN DALAM BAHASA BATAK TOBA<br />
Ida Basaria<br />
Fakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong><br />
Abstract<br />
This research is dealing with aspectuality marking in Toba Batak Language. The data was<br />
collected through informants in the form of spoken data and through library study in the<br />
form of written data. The data was analyzed based on distributional method with<br />
permutation technics, substitution, deletion, repetition, and paraphrasing. The research<br />
findings have shown that the aspectuality of particles in Toba Batak language together with<br />
a lingual unit of predicate marker (verb) can describe the situation of events, behaviour, or<br />
condition as well as functioning to support the kinds of meaning aspectuality. In general,<br />
the aspectuality particles are distributive to the left of the verbs through there are some<br />
aspectuality particles are normally have monomorphonemic structure, nevertheless there<br />
are still some particles with polymorphemic structure with affixation and reduplication<br />
processes.<br />
Key words: aspectuality of particles, monomorphonemics structure, polymorphemic<br />
structure<br />
I. PENDAHULUAN<br />
Aristoteles merupakan ahli yang pertama kali<br />
menyatakan gagasan mengenai apa yang sekarang<br />
disebut aspektualitas. Dengan menggunakan sudut<br />
pandang yang didasari oleh logika modal (modal<br />
logic), Aristoteles menyebutkan keperluan<br />
(necessity), kemungkinan (possibility),dan<br />
ketakmungkinan (impossibility) sebagai<br />
permasalahan modalitas. Dua pengertian yang<br />
disebutkan pertama, yaitu keperluan dan<br />
kemungkinan, oleh sebagian ahli bahkan dianggap<br />
sebagai masalah utama dalam sistem aspektualitas<br />
yang juga dikenal dengan istilah modalitas (Geerts<br />
dan Melis, 1976;108; Lyons,1977:787; Palmer<br />
1979:8 dalam Alwi1992:1)<br />
Penelusuran kepustakaan menunjukkan<br />
bahwa aspektualitas dalam bahasa Indonesia sudah<br />
mulai dikemukakan oleh De Hollander (1882)<br />
dalam Alwi (1992) yang menyatakan<br />
aspektualitas/modalitas tidak punya arti sendiri,<br />
tapi bertugas menunjukkan cara (modus) yang<br />
digunakan untuk menyatakan makna pikiran atau<br />
untuk mengubah arti suatu ungkapan<br />
Bentuk yang menggambarkan sikap<br />
pembicara secara gramatikal, yang lazim disebut<br />
modus (mood), terlihat pada pemakaian bentuk<br />
verba khusus, seperti pada bahasa-bahasa yang<br />
tergolong ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa<br />
(Lyons, 1968:304-317; Nida, 1970:168; Chevalier<br />
et al., 1973:334-335). Contoh berikut (bahasa<br />
Perancis) memperlihatkan bahwa verba klausa<br />
subordinatif pada (1) dinyatakan dengan bentuk<br />
modus indikatif vient dan pada (2) dengan bentuk<br />
modus subjuntif vienne<br />
(1) Je crois qu ‘il vient.<br />
‘Saya kira dia datang.’<br />
(2) Je ne crois pas qu ‘il vienne.<br />
‘Saya tidak mengira dia datang.’<br />
Pengungkapan sikap pembicara secara<br />
leksikal berarti bahwa bentuk bahasa yang<br />
digunakan tergolong sebagai kata, frasa, atau<br />
klausa. Dalam bahasa Inggris hal itu terlihat pada<br />
pemakaian verba pewatas (auxiliary verbs)<br />
tertentu, adverbial seperti possibly, atau pada<br />
konstruksi seperti it is certain that […] (periksa<br />
Hartmann dan Stork, 1973:142).<br />
Dalam bahasa Indonesia pengungkapan<br />
sikap pembicara secara leksikal itu dapat<br />
dicontohkan melalui pemakaian verba pewatas<br />
seperti akan dan harus (3), adverbial seperti<br />
seharusnya dan barangkali (4), atau klausa seperti<br />
saya kira (5a) dan saya ingin (5b).<br />
(1) Besok Ali akan harus datang<br />
(2) Besok seharusnya barangkali Ali datang<br />
(3) a. Saya kira besok Ali datang.<br />
b. Saya ingin (agar) besok Ali datang.<br />
Persoalan yang muncul dari pemakaian<br />
akan seperti pada contoh (3) ialah apakah kata itu<br />
digunakan sebagai pengungkap kala yang<br />
menyatakan keakanan (future) atau sebagai<br />
pengungkap keaspekan yang menyatakan<br />
keteramalan. Perbedaan seperti itu tersirat pada<br />
pandangan Kaswanti Purwo (1984: 75-81) dan<br />
Kridalaksana (1986:83), yang menggolongkan<br />
akan sebagai penanda modalitas<br />
LOGAT<br />
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA <strong>Vol</strong>ume <strong>IV</strong> <strong>No</strong>. 1 <strong>April</strong> Tahun <strong>2008</strong>