10.01.2015 Views

Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara

Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara

Vol. IV No. 1 April 2008 - USUpress - Universitas Sumatera Utara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

❏ Tia Rubby<br />

❏ Dardanila<br />

Halaman 55<br />

Eufemisme pada Harian Seputar Indonesia<br />

EUFEMISME PADA HARIAN SEPUTAR INDONESIA<br />

Tia Rubby dan Dardanila<br />

Fakultas Sastra <strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong><br />

Abstract<br />

This research is talking about the forms of euphenism on Seputar Indonesia daily<br />

newspaper and the frequency of it using. This research on this media uses observe method,<br />

which was established since June 2007 until July 2007. The descriptive method with<br />

reading technique is used to analyse the data. The theory used in this research is based on<br />

Keith Allan and Kate Burridge. From the analyses, can be concluded that there are seven<br />

forms of euphenism which was found on Seputar Indonesia daily newspaper; figurative<br />

expression (1), flipansion (2), sircumlucution (3), summary (4), one word to replace<br />

another word (5), general form to specific form (6), and hyperbola (7).<br />

Key words:<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang<br />

tidak pernah habis untuk dibicarakan. Hal ini<br />

dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari<br />

kehidupan manusia. Bahasa adalah alat<br />

komunikasi manusia untuk menyampaikan ide,<br />

gagasan, ataupun pesan kepada orang lain.<br />

Sekarang ini masyarakat dapat dengan<br />

mudah memperoleh informasi mengenai berbagai<br />

macam peristiwa yang terjadi di dalam negeri<br />

maupun luar negeri. Misalnya saja melalui mediamedia<br />

cetak. Pers sebagai salah satu sarana<br />

komunikasi massa memiliki peranan yang sangat<br />

besar dalam pembinaan bahasa, terutama dalam<br />

masyarakat yang bahasanya masih tumbuh dan<br />

berkembang seperti bahasa Indonesia.<br />

Secara tidak langsung surat kabar menjadi<br />

sarana pembinaan bahasa. Kekuatannya terletak<br />

pada kesanggupan menggunakan bahasa secara<br />

terampil dalam menyampaikan informasi, opini,<br />

bahkan hiburan. Oleh karena itu, berbicara<br />

mengenai bahasa surat kabar kita akan berbicara<br />

tentang bahasa tulis.<br />

Peranan surat kabar dalam pembinaan<br />

bahasa dapat bersifat positif, namun juga dapat<br />

bersifat negatif. Apabila bahasa yang digunakan<br />

oleh pers adalah bahasa yang baik dan terpelihara<br />

tentu saja pengaruhnya terhadap masyarakat<br />

pembacanya pun baik. Akan tetapi, apabila bahasa<br />

yang dipergunakan oleh pers itu bahasa yang<br />

kacau dan tidak terpelihara, misalnya dalam<br />

penggunaan kata-katanya, maka akan memberikan<br />

pengaruh yang negatif dan merugikan masyarakat.<br />

Bahasa pers ialah satu ragam bahasa yang<br />

memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat,<br />

sederhana, lancar, jelas, dan menarik. Hal ini<br />

disebabkan adanya sifat ekonomis yang<br />

dibutuhkan oleh surat kabar dan perlu diingat<br />

bahwa yang membaca surat kabar itu bukanlah<br />

hanya masyarakat dari kalangan terpelajar,<br />

melainkan juga sampai kepada masyarakat bawah.<br />

Bahasa yang rumit dan sulit akan menyulitkan<br />

pemahaman isi tulisan (Badudu, 1985: 138).<br />

Dalam menyampaikan informasi tersebut<br />

selain menggunakan bahasa baku, surat kabar juga<br />

sering menggunakan istilah-istilah khusus atau<br />

kata-kata tertentu untuk menggantikan hal-hal<br />

yang dianggap kasar.<br />

Bahasa yang digunakan untuk menggantikan<br />

istilah lain agar terdengar lebih halus itulah yang<br />

dinamakan eufemisme. Jadi, eufemisme adalah<br />

ungkapan penghalus sebagai pengganti ungkapan<br />

kasar agar lebih sopan (Sudarjah, 1991:48). Lebih<br />

lanjut lagi dinyatakan bahwa eufemisme dipakai<br />

orang untuk menghaluskan arti yang hendak<br />

diungkapkan agar orang yang mengungkapkan<br />

tersebut kedengaran eufemis.<br />

Kecenderungan untuk menghaluskan<br />

makna kata tampaknya merupakan gejala umum<br />

dalam masyarakat Indonesia. Dalam beberapa<br />

bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara<br />

dengan pendengar diwujudkan dalam seleksi kata<br />

atau sistem morfologi kata-kata tertentu. Dalam<br />

bahasa Jawa umpamanya, penutur menyebutkan si<br />

pendengar dengan kata kowe atau sampean atau<br />

pandjenengan yang menunjukkan perbedaan sikap<br />

atau kedudukan sosial antara pembicara,<br />

pendengar atau orang yang<br />

dibicarakan/bersangkutan. Secara tradisional<br />

perbedaan bahasa (variasi bahasa) seperti itu<br />

disebut dengan “tingkatan bahasa”, dalam bahasa<br />

Jawa, ngoko dan kromo dalam sistem pembagian<br />

LOGAT<br />

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA <strong>Vol</strong>ume <strong>IV</strong> <strong>No</strong>. 1 <strong>April</strong> Tahun <strong>2008</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!