15.02.2015 Views

Kelas_07_SMP_Agama_Buddha_Guru.pdf

Kelas_07_SMP_Agama_Buddha_Guru.pdf

Kelas_07_SMP_Agama_Buddha_Guru.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Refleksi<br />

Umumnya orang sesaat setelah menikmati kesusksesan biasanya akan berhenti<br />

sejenak sambil merenungkan apa yang telah dilaluinya.<br />

Pernahkah kamu merasakan seperti itu<br />

2. Nilai Penting dalam Tujuh Minggu Pascapenerangan Sempurna<br />

<strong>Buddha</strong> mengakui bahwa pengembaraan-pengembaraan-Nya yang lampau dalam<br />

kehidupan membawa penderitaan adalah suatu kenyataan. Hal ini membuktikan tentang<br />

tumimbal lahir kembali. Beliau berusaha mencari obat untuk mengobati penderitaan<br />

manusia dan sebagai akibatnya Beliau menderita. Selama Beliau tidak dapat menemukan<br />

arsitek yang membangun rumah ini (tubuh), penderitaan tidak mungkin lenyap. Beliau<br />

melakukan pengembaraan, setelah suatu proses pencarian penyebab penderitaan tidak<br />

berhasil. Akhirnya, Beliau menemukan penyebab penderitaan, yaitu arsitek bangunan<br />

“rumah” yang sulit ditangkap ini. Ternyata arsitek itu tidak terletak di luar tubuh, tetapi<br />

di dalam lubuk hati sendiri. Arsitek ini berupa nafsu keinginan atau kemelekatan,<br />

pencipta diri, unsur mental yang tersembunyi dalam semua makhluk. Bagaimana dan<br />

kapan nafsu keinginan muncul ini sulit untuk dapat dipahami. Apa yang diciptakan oleh<br />

diri sendiri, oleh diri sendiri pula ciptaan itu dapat dihancurkan. Penemuan ini akan<br />

menghasilkan pemberantasan nafsu keinginan untuk pencapaian keadaan Arahat, yang<br />

disebut sebagai ‘akhir dari nafsu keinginan.’<br />

Atap rumah ciptaan sendiri ini adalah kegemaran (kilesa) seperti kemelekatan/<br />

keserakahan (lobha), kebencian (dosa), khayalan/kebodohan (moha), kesombongan<br />

(mana), pandangan-pandangan salah (ditthi), keragu-raguan (vicikiccha), kemalasan<br />

(thina), kegelisahan (uddhacca), moral yang tidak takut malu (ahirika), moral yang<br />

tidak takut terhadap akibat (anottappa). Belandar yang menunjang atap melambangkan<br />

kebodohan. Kebodohan adalah akar penyebab semua nafsu keinginan. Kehancuran<br />

kebodohan melalui kebijaksanaan mengakibatkan penghancuran total dari rumah itu.<br />

Tiang belandar dan atap adalah bahan yang diperlukan oleh arsitek untuk membangun<br />

rumah yang tidak diinginkan ini. Dengan perusakan mereka, arsitek kehilangan bahanbahan<br />

untuk membangun rumah yang tidak diinginkan ini. Dengan penghancuran semua<br />

ini, pikiran yang sulit dikendalikan mencapai keadaan tanpa kondisi, yaitu Nibbãna.<br />

Apa pun yang bersifat keduniawian ditinggalkan dan hanya keadaan yang bersifat di<br />

luar keduniawian itulah Nibbãna yang kekal.<br />

Pendidikan <strong>Agama</strong> <strong>Buddha</strong> dan Budi Pekerti<br />

11

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!