10.01.2016 Views

Alan Lightman - Einstein Dream

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

57<br />

<strong>Einstein</strong> tak pernah mengenal rasa sakit. Ia seperti tak<br />

memikirkan tubuhnya serta dunia.<br />

"Ada kemajuan," ulang <strong>Einstein</strong>. "Kupikir rahasianya akan<br />

tiba. Apakah kau telah membaca tulisan Lorentz yang<br />

kuletakkan di mejamu?"<br />

"Jelek."<br />

"Ya. Jelek dan tidak tuntas. Tak mungkin tepat. Percobaanpercobaan<br />

elektromagnetik mengatakan ada hal lain yang<br />

lebih fundamental." <strong>Einstein</strong> menggaruk kumisnya dan<br />

tiba-tiba sangat lahap memakan kue kering yang ada di<br />

meja.<br />

Beberapa lama keduanya terdiam. Besso menaruh empat<br />

potong gula ke kopinya, sementara <strong>Einstein</strong> menatap<br />

Pegunungan Alpen Bernese di kejauhan yang berselimut<br />

kabut. Sebenarnya, <strong>Einstein</strong> sedang menembus Alpen, ke<br />

dalam ruang. Terkadang kepalanya menjadi sakit bila<br />

memandang tempat yang jauh, sehingga ia harus berbaring<br />

sejenak dengan mata tertutup di sofanya yang berwarna<br />

hijau.<br />

"Anna mengundang kau dan Mileva makan malam minggu<br />

depan," kata Besso. "Bila perlu kau bawa bayimu." <strong>Einstein</strong><br />

mengangguk.<br />

Besso memesan secangkir kopi lagi, menatap seorang gadis<br />

di meja sebelah dan memasukkan kemejanya. Besso sama<br />

kusutnya dengan <strong>Einstein</strong>, yang saat ini sedang menatap<br />

galaksi. Besso betul-betul khawatir terhadap temannya,<br />

sekali pun pernah melihat hal serupa sebelumnya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!