j - Kementerian Riset dan Teknologi
j - Kementerian Riset dan Teknologi
j - Kementerian Riset dan Teknologi
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ahkan cenderung meningka . Temuan temuan penelitian tahun lalu tentang tata<br />
kelola pemerintahan dalam pemanfaatan air bawah tanah menunjukan bahwa<br />
kesadaran akan bahaya eksploitasi air bawah tanah yang berlebihan sudah mulai<br />
muncul, namun setiap daerah tampaknya belum memiliki rencana strategis untuk<br />
mengatasinya.<br />
Solusi tentatif yang kemudian muncul diarahkan pada peningkatan tarif pajak<br />
air bawah tanah <strong>dan</strong> upaya penegakan hukum bagi mereka yang melanggar<br />
ketentuan yang telah ditetapkan. Namun demikian hal ini pun pada akhimya<br />
terbentur pada keterbatasan peraturan perun<strong>dan</strong>gan yang ada, disamping<br />
keterbatasan jumlah pegawai yang menangani hal itu. Ditengah kondisi seperti ini ,<br />
Pemerintah meman<strong>dan</strong>g air bawah tanah sebagai bahan miniral cair, oleh karena<br />
itu kewenangan pengelolaan <strong>dan</strong> regulasi untuk eksploitasinya berada di<br />
Departemen Pertambangan <strong>dan</strong> Energi, satuan teknis manapun yang mengelola di<br />
daerah selalu berkordinasi dengan Dinas Pertambangan <strong>dan</strong> Energi di tingkat<br />
Provinsi, karena memang secara juridis pajak air bawah tanah menjadi hak<br />
provinsi. Dalam perkembangan lebih lanjut dibeberapa daerah, khususnya Provinsi<br />
DKI Jakarta <strong>dan</strong> Kota T angrerang memang terjadi perubahan orientasi dari<br />
semangat eksploitasi bergeser ke orientasi untuk mengendalikan penggunaan air<br />
bawah tanah, namun tuntutan peraturan perun<strong>dan</strong>gan dalam penyusunan Satuan<br />
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa mendistribusikan kewenangan tersebut,<br />
sekalipun untuk itu harus mengorbankan proses pengendalian yang sudah tertata<br />
dalam mekanisme birokrasi yang ada.<br />
Dalam perkembangan lebih lanjut, restrukturisasi perangkat daerah yang telah<br />
dilakukan tampaknya tidak memberikan ruang yang memadai bagi pengelolaan<br />
urusan air bawah tanah sebagai salah satu sumber daya lokal, tugas <strong>dan</strong> fungsi<br />
Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengelolaan urusan itu bukan saja tumpang<br />
tindih bahkan cenderung semakin kabur, pada akhirnya air bawah tanah semata<br />
mata hanya dipan<strong>dan</strong>g sebagai bahan miniral cair yang dapat dieksploitasi melalui<br />
regulasi pemerintah daerah guna mendatangkan pendapatan asli daerah sebanyak<br />
mungkin.<br />
3