03.01.2015 Views

20131104_MajalahDetik_101

20131104_MajalahDetik_101

20131104_MajalahDetik_101

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KOLOM<br />

KISRUH DPT DAN<br />

ANCAMAN KONFLIK<br />

PEMILU 2014<br />

DR. SITI NURBAYA, M.SC.<br />

MASIH TERCATAT 4-6 JUTA DATA PEMILIH TETAP YANG TIDAK DILENGKAPI NIK.<br />

KISRUH DPT 2009 TAK TERJAWAB HINGGA SEKARANG.<br />

BIODATA<br />

Nama:<br />

Dr. Siti Nurbaya Bakar,<br />

M.Sc.<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Jakarta, 28 Agustus<br />

1956<br />

Pendidikan:<br />

1. Institut Pertanian<br />

Bogor, 1979<br />

2. International Institute<br />

for Aerospace Survey<br />

and Earth Sciences,<br />

Enschede, Belanda,<br />

1988<br />

3. Institut Pertanian<br />

Bogor, kolaborasi<br />

dengan Siegen<br />

University, Jerman,<br />

1998<br />

Karier:<br />

Sekretaris Jenderal<br />

Departemen Dalam<br />

Negeri 2001-2005<br />

Sekretaris Jenderal<br />

Dewan Perwakilan<br />

Daerah, 2005-2009<br />

dan 2009-2013<br />

Dosen Pascasarjana<br />

IPB<br />

Penghargaan:<br />

Bintang Jasa Utama<br />

Satyalancana Karya<br />

Satya<br />

Satyalancana Wirakarya<br />

PNS Teladan Nasional<br />

KEBERHASILAN penyelenggaraan pemilu<br />

antara lain dapat dinilai dari tingkat<br />

partisipasi pemilih. Dari pemilu ke pemilu<br />

di Indonesia, tingkat partisipasi pemilih<br />

mencapai lebih dari 90 persen, kecuali pada Pemilu<br />

2009, yang hanya mencapai 70-an persen.<br />

Pemilu 2004 mempunyai posisi tersendiri de ngan<br />

ciri transisi atau pemantapan sistem demokrasi di<br />

Indonesia. Indonesia saat itu, untuk pertama kalinya,<br />

mendapatkan presiden yang dipilih secara langsung.<br />

Pemilu 2004 diselimuti oleh psikologi politik bahwa<br />

Indonesia sudah akan mencapai establishment<br />

sistem politik. Hal ini sekaligus akan menjawab<br />

peralihan kekuasaan periodik lima tahunan secara<br />

damai dan demokratis. Sebelumnya, sejak 1998<br />

hingga 2004, kita memiliki empat presiden. Tekad<br />

yang diteguhkan saat itu ialah bahwa tonggak<br />

demokrasi harus nyata dipraktekkan dan presiden<br />

terpilih harus dapat dihadirkan dalam Pemilu 2004.<br />

Jadi, betul-betul zero-risk.<br />

Pada Pemilu 2004, tingkat partisipasi pemilih<br />

tercatat sebesar 84,07 persen dan perkiraan golput<br />

sebanyak 23,34 persen. Untuk pertama kalinya pada<br />

Pemilu 2004 didorong (endorse) untuk terbangunnya<br />

sistem data pemilih yang dimantapkan di kantor<br />

KPU dengan bank data di gedung kantor KPU. Daftar<br />

pemilih tetap (DPT) pada 2004 dituangkan dalam<br />

kartu pemilih (yang bentuknya seperti KTP, lebih kecil<br />

dan berwarna biru cerah); pada saat itu dikoordinasi<br />

oleh Komisioner KPU, Dr. Chusnul Mar'iyah.<br />

Pada Pemilu 2004 untuk pertama kalinya<br />

diperkenalkan konsep DP4. Konsep dasarnya ialah<br />

bahwa data penduduk merupakan domain kerja<br />

pemerintah, sedangkan data pemilih merupakan<br />

domain kerja KPU. Dengan mempertimbangkan<br />

posisi independen KPU, pada saat itu Departemen<br />

Dalam Negeri memutuskan menetralisasi pendapat<br />

masyarakat soal keterlibatan atau intervensi<br />

pemerintah kepada KPU secara politis, maka<br />

dukungan data diberikan oleh pemerintah<br />

cq Badan Pusat Statistik. Departemen<br />

Dalam Negeri menjaga dukungan yang<br />

berkaitan dengan konfirmasi lapangan<br />

atas pertimbangan bahwa Depdagri<br />

memiliki unit-unit kerja perpanjangan<br />

tangan sampai ke tingkat kecamatan<br />

dan desa. Asumsinya (pada saat itu)<br />

politisasi lebih berpeluang terjadi di<br />

tingkat nasional, paling tidak dalam<br />

arahan-arahan pejabat/penguasa,<br />

bukan di tingkat lapangan.<br />

Pada Pemilu 2009, tingkat partisipasi<br />

pemilih hanya mencapai 71 persen dengan<br />

perkiraan golput sebanyak 43 persen. Pada 2009<br />

persoalan DPT sangat menonjol dan berindikasi<br />

ketidakjelasan atas sejumlah sekitar 30 juta orang,<br />

yang diperkirakan tidak masuk dalam daftar<br />

pemilih. Hal itu menuai pula berbagai kecurigaan<br />

masyarakat dan terutama partai politik. Kondisi<br />

“buruk“ persoalan DPT kala itu hingga sekarang<br />

tidak diperoleh jawaban apa yang sesungguhnya<br />

terjadi.<br />

KPU “Membuang” Data NIK<br />

Ketika Mendagri Gamawan Fauzi berkali-kali<br />

menjelaskan bahwa harus dibedakan antara identitas<br />

pemilih dan NIK (nomor induk kependudukan)<br />

sebagai entri untuk masuk pada data pribadi,<br />

problem yang dihadapi oleh KPU adalah 65 juta data<br />

pemilih tidak dilengkapi data NIK. Setelah dibantu<br />

oleh Kemendagri untuk dilengkapi, sampai 3-4<br />

hari menjelang penetapan DPT, 4 November 2013,<br />

ketiadaan NIK masih tercatat sebanyak 4-6 juta data.<br />

Tepatnya, data NIK tidak dapat masuk atau direkam<br />

dalam sistem informasi data pemilih yang berbeda<br />

dari sistem informasi data DP4.<br />

Penggunaan data dalam rangka penyusunan data<br />

pemilih diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-<br />

Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang tugas KPU.<br />

Disebutkan bahwa data pemilih diperoleh dari<br />

pemerintah dan de ngan mempertimbangkan data<br />

dari KPU di daerah-daerah dari hasil pemilihan<br />

yang paling mutakhir. Tapi, untuk keperluan tepat<br />

waktu dalam penerbitan DPT, diindikasikan adanya<br />

keputusan untuk tidak memasukkan data NIK dalam<br />

sistem informasi data pemilih di KPU.<br />

Dengan posisi meniadakan NIK pada sistem data<br />

pemilih, KPU tidak ada cela atau kesalahan apabila<br />

dikaitkan dengan UU Pemilu. Namun perlu didalami,<br />

Pasal 13 UU Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan<br />

bahwa penduduk wajib memiliki NIK, dan NIK<br />

menjadi dasar penerbitan identitas. Selanjutnya<br />

Pasal 83 menyebutkan bahwa manfaat NIK ialah<br />

untuk kebijakan pemerintahan dan pembangunan.<br />

Maka, di sini asas manfaat menjadi pertimbangan.<br />

Tidak ada sanksi tercantum dalam UU Nomor 23<br />

berkenaan dengan soal pemanfaatan NIK. Hanya,<br />

kemudian harus jelas bahwa pemilih memiliki<br />

identitas.<br />

Antisipasi Konflik<br />

Kondisi yang terjadi berkenaan dengan<br />

permasalahan DPT saat ini dan agenda untuk<br />

pengumuman DPT pada 4 November 2013, hampir<br />

dapat dipastikan mengandung potensi konflik. Konflik<br />

di sini harus diartikan sebagai adanya perbedaan<br />

kepentingan dari partai-partai politik ataupun<br />

anggota masyarakat, juga para ahli. Ruang justifikasi<br />

konflik yang memungkinkan yaitu, pertama, bahwa<br />

NIK sesungguhnya merupakan dasar untuk<br />

mencegah identitas ganda, karena kode NIK<br />

melekat pada seorang pribadi. Hal ini<br />

jelas dicantumkan dalam Pasal<br />

13 UU Nomor 23 Tahun 2006.<br />

Kedua, ruang di mana parpol<br />

dapat melakukan pendalaman<br />

sepanjang masa atau periode<br />

Pemilu 2014 yang masih beberapa<br />

bulan ke depan. Bila parpol tidak<br />

puas, akan menggugat dan dapat<br />

“mengganggu” hasil pemilu. <br />

MAJALAH DETIK 4 - 10 NOVEMBER 2013

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!