05.05.2015 Views

Wajah Baru Agrarische Wet.pdf - Elsam

Wajah Baru Agrarische Wet.pdf - Elsam

Wajah Baru Agrarische Wet.pdf - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

a. Dalam Pasal 19 ayat (2) ada istilah “agribisnis”.<br />

Apapun yang dimaksudkan, tetapi mengadopsi istilah<br />

itu sendiri sudah mencerminkan aliran pemikiran<br />

(meski tak sadar) yang bersifat kapitalistik . Sebab<br />

konsep awal “agribisnis” itu berawal dari HBS<br />

(Harvard Business School) yang sangat kapitalistik dan<br />

individualistik. Jadi, jika landasan ideologi yang<br />

mendasari UU Perkebunan ini adalah begitu<br />

(Kapitalisme), maka berarti bertentangan dengan citacita<br />

para pendiri bangsa;<br />

b. Dalam Pasal 4 ayat (c) disebutkan bahwa fungsi<br />

perkebunan di bidang sosial budaya adalah ...”sebagai<br />

pemersatu bangsa” Benarkah? Mengapa konflik<br />

disektor perkebunan justru makin merebak?;<br />

c. Dalam Pasal 35 ada kata-kata “...menghargai kearifan<br />

tradisional dan budaya lokal” Banarkah? Mengapa dalam<br />

berbagai kasus konflik- konflik hampir selalu rakyat<br />

dikalahkan.?<br />

Penutup<br />

Sebagai penutup, sekali lagi, pertanyaan adalah mengapa setelah<br />

sekian tahun berlaku UU No. 18/2004 konflik agraria di sektor<br />

perkebunan bukan mereda malahan semakin marak, bahkan ada<br />

disertai dengan tindak-tindak kekerasan?<br />

Jawaban saya, sementara, secara hipotetis adalah karena terjadi<br />

konflik antara “hukum” versus “mores”. “Mores”-nya berwujud<br />

adanya “persepsi kolektif” dari rakyat yang terbentuk sebagai<br />

akibat proses sejarah (baca, makalah saya terlampir di halaman –<br />

5). Sedangkan “hukum” yang diterapkan justru berlandaskan paham<br />

kapitalisme.<br />

302280

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!