You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
selingan<br />
Omi dan Cak Nur di Chicago.<br />
dok. pribadi<br />
kiai di Gontor untuk memilihkan calon istri.<br />
Oleh sang kiai, Cak Nur dijodohkan dengan<br />
putri kedua Mohamad Kasim, pengusaha asal<br />
Madiun, yang menjadi donatur tetap Pondok<br />
Pesantren Gontor.<br />
“Sewaktu masih kelas II SMA, tiba-tiba Bapak<br />
minta foto saya. Feeling saya, mesti ada apa-apa<br />
nih, mau dijodohkan. Ya sudah, saya kasih pasfoto<br />
saja biar si lelaki enggak jadi naksir,” ujar<br />
Omi mengenang diiringi tawa.<br />
Siasat itu keliru. Tak lama berselang, si pemuda<br />
bertandang. Omi pun diminta menyuguhkan<br />
air minum dan makanan kecil. Karena ada<br />
pembantu, Omi menolak. Namun sang ibu, Siti<br />
Sutirah, membujuk agar dia melakukan tugas<br />
itu. Sepintas Omi cuma melirik si pemuda<br />
berpenampilan amat sederhana. Tapi, dalam<br />
obrolan dengan sang ayah, ada kesan lelaki itu<br />
adalah aktivis perjuangan.<br />
Hingga suatu hari Omi menerima surat dari<br />
Cak Nur, yang intinya menanyakan kesediaannya<br />
menjadi istri. Surat itu ditulis di sela-sela<br />
menunaikan ibadah haji yang dibiayai Kementerian<br />
Pendidikan Saudi. “Jadi Bapak sudah<br />
berhaji saat bujangan. Dia melamar lewat surat<br />
yang ditulisnya setelah berdoa di depan Ka’bah<br />
di Mekah,” tutur Omi.<br />
Mereka akhirnya menikah pada 30 Agustus<br />
1969, ketika Omi masih kuliah tingkat II di Fakultas<br />
Kedokteran Universitas Islam Indonesia,<br />
Yogyakarta. Baru setelah Omi hamil lima bulan,<br />
Cak Nur memboyongnya ke Jakarta. Mereka<br />
tinggal di rumah yang dipinjamkan Hartono,<br />
pengusaha kapal, di daerah Tebet.<br />
Majalah detik 25 - 31 agustus 2014