Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
internasional<br />
Aku tak pernah<br />
mengklaim<br />
diri sebagai<br />
malaikat. ”<br />
pada 1985, juga pertemuannya dengan sufi<br />
dari Pakistan, Mian Bashir, membelokkan jalan<br />
hidup Imran. “Tak ada orang lain sedekat itu<br />
denganku, kecuali ibuku,” kata Imran, kini 61 tahun.<br />
Imran juga mengaku banyak dipengaruhi<br />
pemikiran filosof besar Pakistan, Muhammad<br />
Iqbal.<br />
Dia menemukan misi baru dalam hidupnya:<br />
membangun rumah sakit khusus penyakit kanker.<br />
Imran berkeliling dunia menggalang dana.<br />
Sebagian besar harta pribadinya, bahkan pelbagai<br />
barang kenangan sebagai bintang kriket,<br />
ludes demi membangun rumah sakit. Rumah<br />
Sakit dan Pusat Riset Kanker Shaukat Khanum<br />
di Lahore, Pakistan, resmi dibuka pada akhir<br />
Desember 1994.<br />
Adalah Jemima Goldsmith, gadis muda 21<br />
tahun, yang berhasil menyeret Imran—saat<br />
itu umurnya sudah 42 tahun—ke pelaminan.<br />
Menurut putri miliarder Inggris, Sir James Goldsmith<br />
dan Lady Annabel Vane-Tempest-Stewart,<br />
itu, dia berkenalan dengan sang playboy<br />
lewat perantaraan saudara perempuannya,<br />
India Jane.<br />
“Saudara perempuanku membuatnya seolah-olah<br />
seperti perjodohan tradisional.<br />
Imran mengatakan dia akan menikah dengan<br />
perempuan muslim Pakistan yang dijodohkan<br />
de ngannya,” Jemima mengenang pertemuan<br />
pertamanya dengan Imran. Tapi Imran memilih<br />
Jemima, seorang gadis keturunan Yahudi.<br />
Belakangan, Jemima beralih memeluk Islam.<br />
“Aku seperti menemukan pasangan jiwa. Dia<br />
memiliki semua kualitas yang aku hormati dan<br />
inginkan dari seorang suami.”<br />
Padahal kala itu Imran tak lagi bujangan kaya<br />
raya. Sebagian besar hartanya sudah tandas<br />
demi membangun rumah sakit. “Dia memberikan<br />
semuanya yang berharga, termasuk mobil<br />
Mercedes dan bat kriket Piala Dunia miliknya.<br />
Dia bisa dibilang miskin saat aku bertemu<br />
dengannya,” kata Jemima soal suaminya.<br />
Apalagi setelah setahun kemudian Imran terjun<br />
ke politik dan mendirikan partai, Pakistan<br />
Tehreek e-Insaf (PTI) atau Partai Pergerakan<br />
Pakistan untuk Keadilan. “Aku sudah sampai<br />
titik di mana hanya ada dua pilihan: mencari<br />
green card dan emigrasi, atau bertahan di Pa-<br />
Majalah detik 25 - 31 AGUSTUS 2014