02.07.2013 Views

Dewi - UNS

Dewi - UNS

Dewi - UNS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

keluarganya tidak melihat seorang gadis berjalan dengan Skolong, yang dilihat hanyalah<br />

sebuah cue yang bergulir mengikuti Skolong.<br />

"Saya tidak perlu disambut dengan meriah suara gong dan gendang," kata si Cue.<br />

"Hai, Cue itu bisa bicara," kata orang kampung dengan penuh keheranan. Si Cue<br />

tidak perduli dengan kata-kata orang. Ia masuk ke rumah Skolong dan segera membantu<br />

orang tua Skolong untuk menanak makanan dan menimba air di pancuran.<br />

"Oe. Inang," panggil si Cue kepada bibinya, "Aku pergi timba air." Bibinya sangat<br />

heran. Si Cue menggeret-geret wadah air yang kosong. Sampai di pancuran, ia<br />

menanggalkan kulitnya. Orang tidak melihatnya. Begitulah kerjanya setiap hari.<br />

Dalam Minggu itu pada pesta wagal, yaitu salah satu pesta adat dalam tata cara<br />

perkawinan orang Manggarai. Dalam pesta itu akan diadakan pertandingan caci. Dalam<br />

pertandingan yang dimainkan kaum lelaki itu biasanya ada iringan pukulan gong dan<br />

gendang oleh kaum wanita, gadis-gadis biasanya membawakan tarian khas Manggarai.<br />

Si Cue mengetahui pesta wagal yang disertai caci. Oleh karena itu, si Cue<br />

menyiapkan rombongannya. Ia berpura-pura pergi menimba air di pancuran. Di<br />

sana ia menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng.<br />

Setelah itu, tiba-tiba muncullah serombongan manusia: tua muda, laki perempuan,<br />

pemuda dan gadis-gadis. Rombongan si Cue itu berarak-arak menuju ke halaman<br />

kampung, yaitu tempat berlangsungnya permainan caci.<br />

"Rombongan dari mana ini?" tanya Skolong kepada orang-orang yang<br />

sekampung dengannya.<br />

"Mungkin dari kampung Rejeng," jawab seorang kampung. Rombongan<br />

yang dipimpin Cue sungguh menarik perhatian karena penuh dengan gadis cantik<br />

dan pemuda tampan.<br />

Malam harinya Skolong bermimpi. Dalam mimpi ia disuruh untuk mengikuti<br />

si Cue ke pancuran. Ketika si Cue pagi-pagi buta hendak berangkat ke air<br />

pancuran, Skolong mengikutinya dan bersembunyi di sekitar pancuran. Dari<br />

persembunyian itu Skolong melihat si Cue menyembunyikan kulitnya di bawah<br />

batu lempeng. Setelah itu, muncullah serombongan manusia.<br />

"Oo… ini rombongan si Cue," kata Skolong dalam hati. Begitu si Cue dan<br />

rombongannya berjalan menuju ke halaman kampung untuk mengikuti caci hari<br />

kedua, secara diam-diam Skolong mengambil kulitnya.<br />

Pesta caci hari kedua pun segera dimulai. Si Cue yang telah berubah menjadi<br />

gadis cantik itu sedang menari dengan lenggak-lenggoknya di halaman. Semua<br />

mata memandangi kecantikannya.<br />

Pada saat si Cue sedang asyik menari, Skolong meletakkan kulit si Cue di<br />

atas asap api, si Cue yang sedang menari tiba-tiba pingsan. Orang-orang terkejut<br />

dan Skolong pun segera menolongnya. Kulit Cue yang kena asap api itu segera<br />

dicelupkan ke dalam air lalu dibalutkan ke kepala gadis cantik yang pingsan itu. Pelanpelan<br />

gadis itu sadar. Setelah sadar, ia ditanya Skolong.<br />

Dongeng 67

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!