02.07.2013 Views

IPS (Ratna)

IPS (Ratna)

IPS (Ratna)

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX<br />

nialisme pun Papua tak terlibat dan tak dilibatkan.<br />

Kita sengaja membiarkan Papua tertidur? Tampaknya<br />

tidak. Saya menyaksikan, pelan-pelan Tanah<br />

Papua bangun. Tapi mungkin masih penuh kebingungan,<br />

seperti halnya para pemuda dalam kisah<br />

“Ashabul Kahfi”, saat mereka bangun dari tidur panjang<br />

pula, sebagaimana digambarkan di dalam kitab<br />

suci Al Quran. Mereka tak sadar zaman telah<br />

berputar jauh meninggalkannya.<br />

Pada tahun 1963 dulu, saya masih kelas V sekolah<br />

dasar, dan turut menyanyikan lagu-lagu wajib<br />

dengan jiwa bergelora, dan agak menantang: “Cukup<br />

sudah masa janji/ cukup sudah sabar menanti/<br />

cukup sudah derita dialami/ kini tiba saat rakyat<br />

bertindak/ mari bersatu bebaskan Irian/ untuk kejayaan<br />

nusa dan bangsa....”<br />

Kemudian datang pembangunan. Dan saya tahu<br />

ketidakadilan di dalamnya. Lama-lama saya tahu<br />

ada kepentingan politik yang membuat ketidakadilan<br />

itu terjadi. Lama-lama saya tahu mengapa Papua<br />

“dibiarkan”, dalam “sleeping beauty”-nya.<br />

Dan saya pun paham, mengapa ungkapan “untuk<br />

kejayaan nusa dan bangsa” dalam bait lagu<br />

tadi tak dengan sendirinya membuat pembangunan<br />

menetes secara adil ke bawah hingga menjadi “untuk<br />

kejayaan Papua”. Apa makna “nusa bangsa”<br />

yang abstrak itu?<br />

Di sana memang pernah dan masih, terpatri nama-nama<br />

“jaya”: Irian Jaya, Jayapura, dan Jayawijaya.<br />

Tapi siapa saat ini yang sebenarnya tetap<br />

jaya-sentosa di bumi Papua, yang tetap sedih,<br />

miskin, dan merana?<br />

Pendidikan mereka rendah. Kesehatan mereka<br />

buruk. Kenyamanan mereka rusak. Hidup jadi penuh<br />

rasa tak nyaman dan saling curiga. Penduduknya<br />

bahkan tergusur secara sosial-ekonomi<br />

menjadi kaum marginal di negeri sendiri.<br />

Nilai-nilai dan kebudayaan lokal tersingkir oleh<br />

kekuatan ekonomi dan desakan sosial pendatang<br />

yang kuat, agresif, dan kapitalistik. Pelan-pelan<br />

mereka menjadi tontonan. Tapi akankah kita biarkan<br />

pula mereka menjadi sekadar penonton dalam<br />

pertun-jukan akbar: “membangun” kembali Papua,<br />

lewat percepatan pembangunan yang diatur di dalam<br />

Instruksi Presiden sekarang?<br />

Minggu lalu, perwakilan negara-negara donor datang<br />

membawa misi: kepedulian, kemurahan hati,<br />

dan persaudaraan, sambil “menggotong” dana<br />

pembangunan sebagai bukti kemurahan hati memajukan<br />

saudara yang tertinggal. Dalam pertemuan<br />

seming-gu itu Pak Gubernur bagaikan memegang<br />

cambuk dan membunyikannya: “Cetar. cetar.”<br />

sebagai aba-aba untuk membangunkan kembali<br />

Papua yang tidur. Dan para bupati pun siap menantikan<br />

perintah. Dari sana kemudian para bupati<br />

membangunkan para camat, yang segera pula<br />

membangunkan para kepala desa maupun kepala<br />

suku.<br />

220<br />

Dan serentak para pemimpin tingkat bawah<br />

yang secara riil mengomando rakyat itu pun membangunkan<br />

mereka. Agenda para donor dan kontribusi<br />

lembaga swadaya masyarakat lokal, dan<br />

peran partnership dalam pembangunan di tingkat<br />

kecamatan membantu gubernur, untuk meyakinkan<br />

bahwa program berjalan dan membawa manfaat<br />

bagi warga setempat, disesuaikan dengan arah<br />

dan strategi gubernur. Kurang lebih beginilah jalannya<br />

kepemimpinan lokal, di tangan Papua sendiri,<br />

untuk membangun Papua.<br />

Kini semua siap menyambut fajar menyingsing,<br />

bukan untuk “kejayaan nusa bangsa” yang terlalu<br />

abstrak, melainkan, untuk “kejayaan Papua” sendiri.<br />

Kesehatan penduduk membaik. Pendidikan meningkat.<br />

Rasa aman menyelimuti mereka siang<br />

malam. Dan sandang-pangan diperoleh lebih mudah.<br />

Pendek kata, Papua jaya.<br />

Sumber: “Papua” oleh Mohammad Sobary,<br />

dimuat dalam Harian Kompas, 24 Februari<br />

2008.<br />

A. Menjawab Pertanyaan<br />

1. Ceritakan dan tuliskan ulang dengan singkat<br />

isi dan maksud artikel di atas!<br />

2. Nama apa sajakah yang pernah diberikan<br />

kepada Papua? Apakah alasan penggantian<br />

nama tersebut? Jelaskan!<br />

3. “Raksasa” ini sekarang masih meneruskan tidur<br />

panjangnya. Nyenyak di tengah deru mekanisasi:<br />

penambangan, pembabatan hutan, dan perkebunan<br />

sawit. (Lih. paragraf empat).<br />

Apa yang dimaksud dengan meneruskan<br />

‘tidur panjang’-nya? Jelaskan!<br />

4. Bagaimana keadaan Papua saat ini menurut<br />

penulis artikel?<br />

5. Mengapa menurut pendapatmu, penulis menyatakan<br />

Papua dibiarkan dalam ‘sleeping<br />

beauty’ saat pembangunan terjadi?<br />

6. Bagaimanakah penulis melihat masa depan<br />

Papua?<br />

7. Bagaimanakah sikap penulis mengenai gubernur<br />

Papua saat ini? Jelaskan!<br />

8. Apakah kamu setuju/tidak setuju dengan<br />

artikel di atas? Jelaskan pendapatmu!<br />

V. Refleksi<br />

Kembalinya tanah Papua Barat ke pangkuan ibu<br />

pertiwi menandai kembalinya keutuhan wilayah<br />

Negara Kwsatuan RI. Apakah keutuhan<br />

NKRI akan terus bertahan? Menurutmu, apa saja<br />

tantangan ke depan yang dapat membayakan<br />

kesatuan Republik Indonesia? Bagaimana tindakan<br />

nyata yang harus kita ambil supaya kesatuan<br />

RI itu tetepa terpelihara?

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!