You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX<br />
F. Dampak pendudukan Jepang<br />
di berbagai bidang kehidupan<br />
Selama pendudukan Jepang, masyarakat Indonesia<br />
mengalami dampak/pengaruh baik secara<br />
positif maupun negatif dalam berbagai aspek kehidupan,<br />
antara lain sebagai berikut.<br />
a. a. Aspek Aspek kehidupan kehidupan pendidikan<br />
pendidikan<br />
Dalam bidang pendidikan, Jepang sengaja<br />
menghilangkan diskriminasi. Pendidikan tingkat<br />
dasar dijadikan satu macam, yaitu Sekolah Dasar<br />
Enam Tahun. Ini dilakukan untuk penyeragaman<br />
dan memudahkan pengawasan isi dan penyelenggaraan<br />
sekolah-sekolah. Pada tanggal 29 April<br />
1942, pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan<br />
maklumat yang berisi antara lain:<br />
Pembukaan kembali sekolah-sekolah bahasa<br />
Melayu yang dijadikan sebagai bahasa pengantar<br />
di sekolah.<br />
Bahasa Jepang digunakan sebagai bahasa wajib.<br />
Larangan terhadap penggunaan bahasa Belanda<br />
dan Inggris baik di dalam maupun di luar<br />
sekolah.<br />
Para pelajar diharuskan menghormati adat istiadat<br />
Jepang seperti berikut ini.<br />
Bersemangat ala Jepang (Nippon Seishin).<br />
Dapat menyajikan lagu kebangsaan Kimigayo.<br />
Mengadakan penghormatan kiblat ke arah<br />
timur untuk menyembah kaisar atau Tenno<br />
(Seikeirei).<br />
Melakukan gerak badan (Taigo) dan latihan<br />
kemiliteran.<br />
Penutupan perguruan tinggi, walaupun pada<br />
tahun 1943 masih ada yang buka seperti Perguruan<br />
Tinggi Kedokteran Jakarta, Perguruan<br />
Tinggi Teknik Bandung, Akademi Pamong Praja<br />
Jakarta, Pendidikan Tinggi Hewan Bogor.<br />
Sisi positif yang dirasakan antara lain, digunakannya<br />
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar<br />
di sekolah yang kemudian melahirkan<br />
kader-kader generasi intelektual yang berjiwa<br />
nasionalis. Jepang juga telah menyelenggarakan<br />
kursus-kursus yang bertujuan menanamkan<br />
semangat pro Jepang antara lain Barisan<br />
Pemuda Asia Raya di Jakarta tahun 1942, San A<br />
Seinen Kunrensyoi yang diadakan oleh Gerakan<br />
Tiga A, bulan Juni 1942.<br />
b. b. Aspek Aspek Aspek kehidupan kehidupan kehidupan budaya budaya<br />
budaya<br />
Pada masa pendudukan Jepang, seluruh media<br />
komunikasi dikendalikan oleh pemerintah militer<br />
sehingga sebagian besar tulisan sastra<br />
34<br />
diperuntukkan bagi kepentingan penguasa.<br />
Kendati mengundang unsur-unsur semangat<br />
patriotisme dan semangat kerja keras, tetapi<br />
semuanya diperuntukkan bagi pemujaan terhadap<br />
Dai Nippon.<br />
Didirikan pusat kebudayaan yang bernama Keimin<br />
Bunka Shidosho di Jakarta pada tanggal 1<br />
April 1943. Melalui pusat kebudayaan ini, pemerintah<br />
Jepang hendak menanamkan dan menyebarluaskan<br />
seni budaya Jepang.<br />
Gambar 1.2.20 Para pengurus dan anggota Pusat<br />
Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso). Pusat kebudayaan ini<br />
didirikan pada tanggal 1 April 1943.<br />
Digunakannya nama-nama berbau Barat yang<br />
diindonesiakan, seperti Java menjadi Jawa, Batavia<br />
menjadi Betawi, Meester Cornelis menjadi Jatinegara,<br />
Buitenzorg menjadi Bogor, Preanger menjadi<br />
Priangan.<br />
c. c. Aspek Aspek kehidupan kehidupan kemasyarakatan<br />
kemasyarakatan<br />
Selain membutuhkan bantuan berupa prajurit,<br />
pemerintah Jepang juga memerlukan bantuan tenaga<br />
untuk membuat sarana pendukung perang, seperti<br />
kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api,<br />
jembatan, lapangan udara. Oleh sebab itu, Jepang<br />
melakukan pengerahan tenaga kerja yang disebut<br />
sebagai romusha. Pada awalnya program ini didukung<br />
rakyat akibat termakan aksi propaganda Jepang<br />
untuk membangun keluarga besar Asia dan<br />
bersifat sukarela. Akan tetapi, romusha berubah<br />
menjadi pengerahan tenaga kerja secara paksa.<br />
Tenaga romusha kebanyakan diambil dari penduduk<br />
desa-desa yang tidak tamat sekolah atau<br />
paling tamat sekolah dasar. Mereka dikirim juga<br />
ke luar Jawa bahkan ada yang dikirim ke luar negeri<br />
seperti di Burma/Myanmar,Malaysia, Thailand, Indochina.<br />
Kehidupan kesehatan para romusha tidak<br />
terjamin, makanan tidak mencukupi sementara pekerjaan<br />
sangat berat. Akibatnya banyak tenaga romusha<br />
yang mati di tempat pekerjaan karena sakit,<br />
kecelakaan, kurang gizi. Jepang berupaya untuk menutupi<br />
rahasia kekejamannya dan menghilangkan<br />
rasa takut penduduk Indonesia. Sejak tahun 1943,<br />
Jepang melancarkan kampanye yang menjuluki<br />
para romusha sebagai “prajurit ekonomi” atau “pah-<br />
Sumber: Indonesian Heritage: 7.<br />
Black 34