Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
yang sudah merdeka. Mereka merasa bahwa<br />
di belakang mereka ada kekuatan yang akan<br />
membela dan membantu mereka saat mereka<br />
mendapatkan ancaman dari pihak lain.<br />
E. Kelanjutan Konferensi Asia Afrika<br />
Pada 19-24 April 2005 silam, negara-negara<br />
yang bergabung dalam KAA kembali bertemu di<br />
Bandung, Indonesia. Hal ini dilakukan oleh 100<br />
negara peserta untuk menegaskan ulang bahwa<br />
semangat yang digalang tahun 1955 lalu masih<br />
solid dan berlaku.<br />
sumber:www. deplujunior.org.id<br />
Gambar 7.2.7<br />
Para pemimpin negara KAA berjalan di Jalan Asia Afrika,<br />
Bandung menuju ke Gedung Asia Afrika untuk mengikuti<br />
konferensi.<br />
Konferensi ini menghasilkan Nawa Sila Bandung,<br />
yakni sembilan prinsip yang terangkum<br />
dalam New Asian-African Strategic Partnership<br />
(NAASP). Negara-negara tersebut juga mengevaluasi<br />
hasil yang telah dicapai bersama semenjak<br />
Konferensi Asia Afrika I di Bandung 50 tahun sebelumnya.<br />
Hasil yang berhasil dicapai antara lain di bidang<br />
politik adalah penghapusan rasisme dan<br />
kolonialisme. Sementara hasil ekonomi dan pembangunan<br />
dinilai belum optimal.<br />
Kesembilan (Nawa) Sila yang berhasil disepakati<br />
dalam Pernyataan Bersama Menteri adalah<br />
sebagai berikut.<br />
(1) Pengakuan terhadap Dasa Sila Bandung yang<br />
dihasilkan dari KAA 1955;<br />
(2) Pengakuan atas keanekaragaman antara dan<br />
di dalam wilayah, termasuk sistem ekonomi<br />
dan sosial, dan tingkatan pembangunan;<br />
(3) Komitmen pada dialog terbuka, berlandaskan<br />
saling menghormati dan keuntungan bersama;<br />
(4) Memajukan kerja sama non-eksklusif dengan<br />
melibatkan seluruh stakeholders (pihak berkepentingan);<br />
(5) Pencapaian kerja sama praktis dan berkelanjutan<br />
berlandaskan keuntungan komparatif,<br />
Bab 7 Perubahan Pemerintahan dan Kerja sama Internasional<br />
kemitraan sejajar, visi dan pemilikan bersama,<br />
dan juga tekad bersama yang kuat untuk menangani<br />
tantangan-tantangan bersama;<br />
(6) Memajukan kemitraan berkelanjutan melalui<br />
melengkapi atau membangun inisiatif regional/<br />
subregional yang sudah ada di Asia dan Afrika;<br />
(7) Memajukan masyarakat yang adil, demokratik,<br />
terbuka, bertanggung jawab, dan harmonis;<br />
(8) Memajukan dan melindungi hak-hak asasi manusia<br />
dan kebebasan-kebebasan dasar, termasuk<br />
hak untuk membangun;<br />
(9) Memajukan upaya-upaya kolektif dan terpadu<br />
dalam forum-forum multilateral.<br />
7.2.3 Gerakan Nonblok<br />
Indonesia juga terlibat dalam kerja sama negara-negara<br />
yang tergabung dalam Gerakan Nonblok.<br />
Kita akan mempelajari latar belakang munculnya<br />
Gerakan Nonblok, sejarah Gerakan Nonblok, dan<br />
penyelenggaraan konferensi Gerakan Nonblok.<br />
A. Latar belakang<br />
Pasca-Perang Dunia II, negara-negara di dunia<br />
terpecah menjadi dua blok yang saling bertentangan<br />
dan saling mencurigai. Kedua blok tersebut, yaitu<br />
Blok Barat (Liberalisme-Demokratis) dan Blok<br />
Timur (Sosialis-Komunis). Negara yang termasuk<br />
Blok Barat antara lain Amerika Serikat, Inggris, Perancis,<br />
Belanda, Belgia, Luxemburg, Norwegia, Kanada.<br />
Sedangkan, negara yang termasuk Blok Timur<br />
antara lain Uni Soviet, Cekoslovakia, Rumania, dan<br />
Jerman Timur.<br />
Untuk mempertahankan kedudukan masingmasing<br />
blok tersebut, mereka membentuk pakta<br />
pertahanan masing-masing, yaitu:<br />
Blok Barat membentuk NATO (North Atlantic<br />
Treaty Organization),<br />
Blok Timur membentuk Pakta Warsawa.<br />
Gambar 7.2.8<br />
Presiden Soeharto memimpin sidang dalam Konferensi<br />
Gerakan Nonblok X di Jakarta pada tanggal 1 - 6 September<br />
1992.<br />
255<br />
sumber: Tempo