You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ilmu Pengetahuan Sosial 3 untuk SMP/MTs Kelas IX<br />
Untuk mengatasi pemberontakan itu, segera dibentuk<br />
pasukan Banteng Raiders. Pasukan itu kemudian<br />
mengadakan operasi kilat yang dinamakan<br />
Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954, gerakan<br />
DI/TII di Jawa Tengah dapat dihancurkan setelah<br />
pusat kekuatan gerakan DI/TII di perbatasan<br />
Pekalongan-Banyumas dihancurkan.<br />
C. Pemberontakan DI/TII di<br />
Kalimantan Selatan<br />
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan<br />
dikobarkan Ibnu Hadjar, seorang bekas Letnan Dua<br />
TNI. Ia memberontak dan menyatakan gerakannya<br />
sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Dengan<br />
pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat yang<br />
Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan<br />
tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan<br />
pengacauan pada bulan Oktober 1950.<br />
Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu<br />
Hadjar untuk menghentikan pemberontakannya secara<br />
baik-baik. Ia pernah menyerahkan diri dengan<br />
pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam Angkatan<br />
Perang Republik Indonesia. Namun ia melarikan<br />
diri dan melanjutkan pemberontakan.<br />
Pemerintah RI akhirnya mengambil tindakan<br />
tegas. Pada akhir tahun 1959, pasukan gerombolan<br />
Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan. Ibnu Hadjar sendiri<br />
dapat ditangkap.<br />
D. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi<br />
Selatan<br />
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin<br />
oleh Kahar Muzakar. Kahar Muzakar adalah<br />
seorang pejuang kemerdekaanyang selama<br />
Perang Kemerdekaan ikut berjuang di Pulau Jawa.<br />
Setelah Proklamasi kemerdekaan Kahar Muzakar<br />
kembali ke Sulawesi Selatan. Ia berhasil menghimpun<br />
dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi<br />
Selatan. Laskar-laskar itu bergabung dalam<br />
Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).<br />
Pada tanggal 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirim<br />
surat kepada pemerintah dan pimpinan<br />
APRIS. Ia meminta agar semua anggota KGSS dimasukkan<br />
dalam APRIS dengan nama Brigade<br />
Hasanuddin. Permintaan itu ditolak karena hanya<br />
mereka yang lulus dalam penyaringan saja yang<br />
dapat diterima dalam APRIS. Pemerintah mengambil<br />
kebijaksanaan untuk menyalurkan bekas gerilyawan<br />
ke dalam Korps Cadangan Nasional. Kahar<br />
Muzakar sendiri diberi pangkat Letnan Kolonel.<br />
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pemerintah<br />
tampaknya akan membawa hasil. Akan tetapi,<br />
pada saat akan dilantik, Kahar Muzakar bersama<br />
anak buahnya melarikan diri ke hutan dengan membawa<br />
berbagai peralatan yang diberikan. Peristiwa<br />
224<br />
itu terjadi pada tanggal 17 Agustus 1951. Pada bulan<br />
Januari 1952, Kahar Muzakar menyatakan daerah<br />
Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Negara Islam<br />
Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwirjo.<br />
Pemerintah memutuskan untuk mengambil<br />
tindakan tegas dan mulai melancarkan operasi militer.<br />
Operasi penumpasan pemberontakan Kahar<br />
Muzakar memakan waktu yang lama. Pada bulan<br />
Februari 1965, Kahar Muzakar tewas dalam suatu<br />
penyerbuan. Bulan Juli 1965, Gerungan (orang kedua<br />
setelah Kahar Muzakar) dapat ditangkap. Dengan<br />
demikian, berakhirlah pemberontakan DI/TII.<br />
E. Pemberontakan DI/TII di Aceh<br />
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh<br />
Tengku Daud Beureueh. Pemberontakan meletus<br />
karena kekhawatiran akan kehilangan kedudukan<br />
dan perasaan kecewa diturunkannya kedudukan<br />
Aceh dari daerah istimewa menjadi karesidenan di<br />
bawah provinsi Sumatera Utara.<br />
Semula Tengku Daud Beureueh adalah Gubernur<br />
Militer Daerah Istimewa Aceh. Ketika pada tahun<br />
1950 kedudukan Aceh diturunkan dari provinsi<br />
menjadi karesidenan, Daud Beureueh tidak puas<br />
karena jabatannya diturunkan. Pada tanggal 20 September<br />
1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat<br />
yang menyatakan bahwa Aceh merupakan<br />
negara bagian dari NII di bawah Kartosuwiryo.<br />
Setelah itu, Tengku Daud Beureueh mengadakan<br />
gerakan dan mempengaruhi rakyat melalui propaganda<br />
bernada negatif terhadap pemerintah RI.<br />
Untuk menghadapi gerakan itu, pemerintah<br />
mengirim pasukan yang dilengkapi persenjataan<br />
lengkap. Setelah beberapa tahun dikepung, baru<br />
pada tanggal 21 Desember 1962 tercapailah Musyawarah<br />
Kerukunan Rakyat Aceh. Banyak dari gerombolan<br />
itu yang kembali ke pangkuan RI. Dengan demikian,<br />
pemberontakan DI/TII di Aceh dapat diselesaikan<br />
dengan cara damai. Pemimpin dari gerakan ini pun<br />
setuju untuk kembali ke pangkuan RI. Prakarsa penyelesaian<br />
di Aceh tersebut dipimpin oleh Kolonel<br />
M. Jasin, Panglima Kodam I Iskandar Muda.<br />
sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1<br />
Gambar 6.2.7<br />
Patroli pasukan polisi Brigade Mobil dalam melaksanakan<br />
tugas pemulihan keamanan di Aceh Timur pada tahun 1954.