You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Black Cyan 273 273<br />
Peran masyarakat dalam menjaga keamanan,<br />
kedaulatan, dan ketertiban negara semakin berkurang<br />
karena hal tersebut sudah menjadi tanggung<br />
jawab pihak tentara dan polisi.<br />
Bentuk-bentuk perubahan dalam berbagai bidang<br />
yang disebutkan di atas merupakan bukti<br />
bahwa globalisasi memiliki dampak yang luar<br />
biasa. Bentuk-bentuk perubahan itu merupakan<br />
tantangan bagi eksistensi jati diri Indonesia.<br />
Ada beragam kebudayaan yang membentuk<br />
bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa merumuskan<br />
nilai-nilai dasar yang perlu untuk kehidupan<br />
berbangsa dan bernegara. Hal itu antara lain terumuskan<br />
dalam ideologi atau pandangan hidup<br />
bangsa Indonesia, Pancasila, serta dalam UUD 1945.<br />
Kepribadian bangsa yang terungkap dalam Pancasila<br />
dan UUD 1945 antara lain sikap religius, toleran,<br />
saling menghormati, berkemanusiaan, berkeadilan,<br />
Semangat antiglobalisasi sedang marak di berbagai<br />
negara. Bukan hanya di negara-negara berkembang yang<br />
kerap menjadi “ikon” ketertindasan ekonomi, tetapi juga di<br />
negara-negara maju. Bentuk yang sedang populer adalah<br />
penolakan terhadap masuknya investor asing sebagai<br />
pemilik perusahaan besar. Alasannya, perusahaan tersebut<br />
bersifat strategis sehingga beralihnya sebagian kepemilikan<br />
ke inves-tor asing akan mengancam kepentingan nasional.<br />
Pemerintah Perancis menghambat pengambilalihan<br />
perusahaan energi, Suez, oleh perusahaan energi Italia,<br />
Enel. Di Italia bank sen-tral berusaha menghalangi pembelian<br />
sebuah bank bernama Antonveneta oleh bank dari Belanda,<br />
ABN AMRO.<br />
Bagaimana posisi Indonesia dalam kecenderungan<br />
seperti itu? Apakah dampak globalisasi terhadap kesejahteraan<br />
masyarakat?<br />
Nasionalisme politik<br />
Semangat nasionalisme dan antiglobalisasi yang<br />
muncul sebenarnya serba semu. Kebijakan yang dibuat<br />
lebih merupakan “nasionalisme politik.” Tujuan utamanya,<br />
populisme untuk menarik simpati publik, bukan penyi-kapan<br />
terhadap kemudaratan globalisasi. Di Indonesia, politisi<br />
terkesan antipasar dan antiasing ketika tidak menjadi<br />
pembuat kebijakan. Sebaliknya, ketika menjabat, baik di<br />
lembaga eksekutif maupun legis-latif, mereka sangat<br />
kompromistis. Fakta menunjukkan beberapa tokoh politik<br />
pengkritik keberadaan investasi asing di Indonesia tidak<br />
melakukan apa pun ketika menduduki jabatan penting. Ada<br />
juga tokoh politik yang getol menentang privatisasi, tetapi<br />
sama getolnya memprivatisasi BUMN ketika terjadi pengambil<br />
kebijakan.<br />
Isu-isu nasionalisme ampuh digunakan politisi dalam<br />
posisi berbeda. Pertama, sebagai pengambil kebijakan, isu<br />
ini dapat mengalihkan ketidakpuasan publik terhadap buruknya<br />
kinerja pemerintah. Kedua, sebagai oposisi, isu ini dapat<br />
menarik simpati publik sekaligus mendelegitimasi lawan<br />
politik.<br />
Newsweek edisi 20 Maret 2006 tepat menggambarkan<br />
hal ini. Manfaat globalisasi bersifat tidak tampak di mata<br />
orang kebanyakan. Sebaliknya, “ancaman asing” begitu<br />
terlihat nyata. Jika politisi ingin memimpin, mereka harus<br />
Bab 7 Perubahan Pemerintahan dan Kerja sama Internasional<br />
Nasionalisme Politik dan Globalisasi<br />
mendahulukan musyawarah, semangat gotong<br />
royong, dan sebagainya.<br />
Seperti sudah diuraikan di atas, globalisasi bisa<br />
menjadi ancaman serius bagi keragaman budaya<br />
dunia. Aneka kebudayaan Indonesia merupakan<br />
salah satu yang turut terancam dalam arus deras<br />
globalisasi. Kekuatan kapitalisme global tidak hanya<br />
memaksakan masuknya produk-produk dunia<br />
Barat tetapi juga nilai-nilai hidup dan cara hidup.<br />
Sikap hidup yang ditawarkan oleh globalisasi kapitalisme<br />
seperti individualistis, hedonis, konsumeris,<br />
dan lain-lain bisa saja menjangkiti bangsa kita. Bila<br />
hal ini yang terjadi, lambat laun jati diri bangsa Indonesia<br />
akan luntur. Sebagai gantinya, kita ikut dalam<br />
homogenitas kebudayaan yang ditawarkan<br />
oleh globalisasi.<br />
Berikut ini ada sebuah teks tentang globalisasi.<br />
Bacalah teks tersebut dengan saksama!<br />
menyampaikan hal yang menarik dan mudah dipahami<br />
pemilih.<br />
Indonesia memerlukan kebijakan yang tepat menghadapi<br />
globalisasi. Dasarnya adalah pemahaman keterkaitan<br />
globalisasi dengan kesejahteraan publik: apakah menguntungkan<br />
(better-off) atau merugikan (worse-off).<br />
Buka peluang pasar baru<br />
Secara umum, globalisasi mempengaruhi perekonomian<br />
lewat dua hal. Pertama, melalui perdagangan internasional<br />
dalam bentuk ekspor dan impor. Kedua, melalui arus<br />
modal dalam bentuk pinjaman dan investasi antarnegara.<br />
Ekspor membuka peluang pasar baru di luar negeri<br />
dengan harga yang relatif tinggi. Ini tidak hanya berlaku<br />
bagi pengusaha-pengusaha besar, tetapi juga pengusaha<br />
kecil di pedesaan. Terbukanya pasar ekspor tanaman hias<br />
di beberapa negara Asia Timur, misalnya, telah menumbuhkan<br />
perekonomian dan kesempatan kerja di daerah pedesaan<br />
di Cianjur dan Sukabumi. Haruskah pemerintah menghambat<br />
impor yang sering menyingkirkan industri dalam negeri?<br />
Fakta menunjukkan, negara yang mengembangkan industri<br />
strategis substitusi impor (orientasi dalam negeri) gagal<br />
membangun perekonomiannya. Berbeda dengan negara<br />
seperti Korea Selatan yang menerapkan strategi ekspor<br />
(orientasi pasar in-ternasional). Pemerintah juga harus melihat<br />
manfaat masuknya investasi asing untuk menutupi kekurangan<br />
modal pembangun-an sehingga tidak harus memperoleh<br />
pinjaman luar negeri da-lam jumlah besar. Tentu saja pelaku<br />
ekonomi akan “tunggang langgang” mengikuti dinamika<br />
ekonomi internasional. Sektor yang tadinya merupakan<br />
primadona bisa tiba-tiba tersingkir oleh produk impor. Namun,<br />
hanya dengan kompetisi perekono-mian yang kuat kita bisa<br />
tumbuh. Namun, pemerintah harus menyediakan mekanisme<br />
pengamanan bagi “si kalah”, pene-gakan hukum, dan grand<br />
design pembangunan ekonomi.<br />
Intinya, jangan mengambinghitamkan globalisasi dengan<br />
menggunakan jargon nasionalisme. Manfaatkanlah globalisasi<br />
secara obyektif sebagai kesempatan untuk mem-perbaiki<br />
kesejahteraan publik.<br />
(Dikutip dari artikel Tata Mustasya dalam harian<br />
Kompas, Selasa 9 Mei 2006)<br />
273