MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
28 ZERORISK • Vol. 01 • Agustus 2012<br />
Konservasi<br />
3 Kondisi Bukit Lawang terkini. Bangunan semi permanen di<br />
badan dan tepi sungai Bohorok yang menantang bahaya.<br />
Lima tahun setelah banjir bandang, kegiatan<br />
wisata alam kembali menggeliat dan meningkat di<br />
Bukit Lawang. Manisnya pariwisata itu mendorong<br />
masyarakat kembali membangun usahanya.<br />
Sayangnya, usaha penginapan, warung, dan toko<br />
kembali memenuhi badan dan sempadan Sungai<br />
Bohorok. Dorongan ekonomi membuat masyarakat<br />
lupa akan risiko yang mengancam nyawa dan<br />
hartanya. Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat<br />
kewalahan mengaturnya. TNGL pun tak punya kuasa.<br />
Kini kawasan wisata Bukit Lawang,sudah nyaris<br />
kembali seperti sebelum banjir bandang.<br />
Menanam bencana<br />
Hutan TNGL yang dikelilingi hutan lindung,<br />
perkebunan, perladangan, dan pemukiman<br />
penduduk adalah hulu dari belasan sungai besar<br />
seperti Sungai Alas, Sungai Tamiang, Sungai Wampu,<br />
Sungai Bohorok, dan Sungai Besitang. Di dalam<br />
hutan tersebut hidup ribuan jenis tumbuhan dan<br />
ratusan jenis satwa termasuk satwa dilindungi khas<br />
Sumatera seperti harimau sumatera, gajah sumatera,<br />
orangutan sumatera, dan badak sumatera.<br />
Dalam keadaan normal, satwa dan tumbuhan<br />
di dalam hutan itu berinteraksi saling mengisi dan<br />
melengkapi dalam siklus rantai makanan sehingga<br />
terciptalah keseimbangan alam. Ketika terjadi<br />
gangguan terhadap hutan beserta isinya, alam akan<br />
bereaksi untuk menemukan keseimbangan baru yang<br />
berdampak kepada manusia. Dampak dari reaksi<br />
alam yang bersifat merugikan itulah yang seringkali<br />
kita sebut bencana. Di sinilah upaya-upaya konservasi<br />
memainkan peranannya di kawasan tersebut,<br />
untuk mencegah atau meminimalisir dampak yang<br />
merugikan kehidupan manusia.<br />
Dalam banyak diskusi dan pertemuan dengan<br />
para pihak, konservasi seringkali diartikan sebagai<br />
kegiatan kontra pembangunan. Seolah-olah selalu<br />
menghalang-halangi niat pemerintah membangun<br />
daerah. Konservasi juga dituding tidak produktif<br />
karena tidak memberikan manfaat langsung berupa<br />
pendapatan dalam jumlah besar sebagaimana<br />
hutan produksi atau pertambangan. Sebagian besar<br />
masyarakat mengartikan konservasi sebagai kegiatan<br />
yang hanya melarang-larang, tak boleh begini dan<br />
begitu.<br />
Benarkah konservasi spesies dan habitatnya tidak<br />
berguna bagi kita? Perdebatan sengit akan terjadi<br />
antara yang pro dan kontra konservasi. Apalagi jika<br />
konservasi diartikan secara sempit.<br />
Secara ilmiah, terdapat pemahaman bahwa<br />
konservasi terdiri atas unsur penyelamatan (save<br />
it) agar dapat dikaji, dipelajari (study it), dan dapat<br />
dimanfaatkan (use it) secara berkesinambungan<br />
dan bertanggung jawab. Dalam bahasa pemerintah<br />
yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan,<br />
konservasi terdiri dari unsur pengamanan,<br />
perlindungan/pelestarian, dan pemanfaatan<br />
yang lestari. Dengan kata lain, akhir dari upaya<br />
konservasi adalah pemanfaatan yang bijaksana dan<br />
bertanggung jawab sehingga manfaatnya dapat terus<br />
didapatkan kita semua.<br />
Dalam bahasa awam, saya mengartikan<br />
konservasi sebagai sebuah gerakan penghematan