MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
38 ZERORISK • Vol. 01 • Agustus 2012<br />
Kearifan Lokal<br />
Berdasarkan catatan sejarah, pada Jumat 14<br />
Januari 1907, masyarakat di daerah Salur Kecamatan<br />
Teupah Selatan merasakan adanya guncangan<br />
gempa yang cukup kuat.<br />
Ketika itu, mereka sedang menunaikan ibadah<br />
shalat Jumat. Sesaat setelah gempa terjadi,<br />
terlihat air laut surut. Masyarakat berduyun-duyun<br />
berlari ke arah pantai untuk mengambil ikan yang<br />
menggelapar-gelepar. Dalam hitungan menit, air laut<br />
yang tadinya surut kembali dalam wujud gelombang<br />
besar. Masyarakat yang sedang sibuk mengambil<br />
ikan di pantai sontak terkejut dan berusaha<br />
untuk berlari menghindari daerah pantai. Akan<br />
tetapi, kecepatan masyarakat berlari tak mampu<br />
mengimbangi kecepatan gelombang smong yang<br />
datang. Korban nyawa, kehancuran bangunan dan<br />
kehilangan harta bencana tak dapat terelakkan.<br />
Setelah kejadian tahun 1907 tersebut, Simeulue<br />
masih terus dilanda gempa bumi dengan skala yang<br />
beragam. Masyarakat yang masih trauma dengan<br />
kejadian tersebut, kemudian mengembangkan cerita<br />
pengalaman 1907 secara lisan sebagai smong. Ada<br />
yang disampaikan melalui nafi-nafi/nasihat dan<br />
nandong (syair/buai). Smong dalam bahasa lokal<br />
Pulau Simeulue berarti imbauan agar segera lari<br />
ke arah bukit setelah gempa karena sebentar lagi<br />
air laut naik atau pasang. Warga Pulau Simeulue<br />
2 BEKAS TSUNAMI 2004.<br />
Pemandangan di salah satu<br />
sudut pantai di Simeulue.<br />
sangat paham dengan istilah smong walaupun jarak<br />
antardesa berjauhan. Ini dihasilkan dari sebuah<br />
proses sosialisasi yang menjunjung asas kekerabatan<br />
di Pulau Simeulue. Kewaspadaan pun terbangun.<br />
“Saya mendapatkan cerita (baca smong) dari<br />
kakek saya saat waktu senggang dan berkumpul<br />
dengan keluarga. Saya masih kecil ketika itu,” tutur<br />
Arsin, seorang nelayan yang tinggal di Desa Bunon,<br />
Kecamatan Simeulue Timur. “Saya melanjutkan<br />
cerita smong kembali kepada anak-anak saya.<br />
Saya sendiri belum mengetahui apa itu smong<br />
yang disebut sebagai tsunami. Saya belum pernah<br />
mengalaminya hingga kejadian tahun 2004 lalu.<br />
Namun saya percaya apa yang telah dikatakan oleh<br />
kakek dan ayah saya tentang hal ini adalah benar,”<br />
tambah Arsin.<br />
Mulai dari kakek, nenek, ayah, ibu menceritakan<br />
kepada cucu dan anak-anaknya pada waktu senggang<br />
atau menjelang tidur. Cerita lisan turun-temurun<br />
tersebut tidak hanya sekadar menjelaskan tentang<br />
sejarah kedahsyatan gelombang smong ketika itu.<br />
Nasihat terkait gejala-gejala alam yang mendahului<br />
sebelum smong dan apa yang harus dilakukan ketika<br />
gempa terjadi juga disampaikan. Memori kolektif<br />
terbangun selama hampir seratus tahun.<br />
Akhirnya, smong menjadi kata sandi yang<br />
dipahami bersama oleh seluruh penduduk di Pulau