MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
54 ZERORISK • Vol. 01 • Agustus 2012<br />
Harmoni<br />
sepuluh tahun terakhir sebelum tsunami 2011.<br />
Keseluruhan upaya ini bermuara pada satu tujuan<br />
akhir yaitu meningkatnya kemampuan masyarakat<br />
untuk evakuasi dari waktu ke waktu. Evaluasi<br />
ini akan menjadi penutup di akhir tulisan untuk<br />
memperlihatkan sudah sedekat apa Jepang dengan<br />
kondisi zero casualty.<br />
Sejarah berulang disaat kesiapsiagaan<br />
berkurang<br />
Kawasan Tohoku (=north-east) mungkin<br />
dihampiri oleh tsunami lebih sering dibanding daerah<br />
lain di dunia. Secara umum, periode ulang tsunami<br />
di kawasan ini berkisar antara 30 – 50 tahun. Waktu<br />
yang tidak lebih dari dua generasi. Dalam kurun<br />
waktu yang relatif singkat tersebut, pengetahuan<br />
lokal yang dituliskan di shrine (temple), samurai,<br />
monumen maupun cerita turun-temurun seharusnya<br />
belum terganggu oleh distorsi informasi lintas<br />
generasi. Akan tetapi, keterbatasan pengetahuan<br />
sebelum sains kegempaan berkembang menjadi<br />
hambatan dalam mempersiapkan diri dari tsunami.<br />
Empat puluh tahun sebelum tsunami tahun<br />
1896 (Great Meiji Sanriku tsunami), pesisir Tohoku<br />
dihantam oleh tsunami yang dibangkitkan oleh<br />
gempa dengan kekuatan 8 Mw di selatan Hokkaido<br />
tahun 1856. Pengalaman dengan tsunami yang<br />
didahului oleh gempa yang kuat menjadi patokan<br />
para survivor ketika tsunami tahun 1896 terjadi. Akan<br />
tetapi, karekteristik antara dua gempa ini sangat<br />
berbeda. Gempa tahun 1896 terasa sangat pelan/<br />
berayun sehingga sangat sedikit masyarakat yang<br />
evakuasi. Akibatnya, tsunami dengan ketinggian<br />
mencapai 38.2 meter menghancurkan 45% bangunan<br />
dan menewaskan tidak kurang dari 20% (21.544 dari<br />
total 106.100) penduduk yang bermukim di daerah<br />
bencana. Hal yang sama dialami oleh penduduk di<br />
Kepulauan Mentawai. Getaran saat gempa 8.4 Mw<br />
menghantam Bengkulu tahun 2007 terasa sangat<br />
kuat di Pagai Selatan, akan tetapi tsunami yang<br />
datang sangat kecil. Berkaca dari pengalaman ini,<br />
masyarakat yang belum terjangkau oleh sistem<br />
peringatan dini tidak menyangka tsunami besar<br />
akan menyusul gempa ‘lemah’ tahun 2010. Akan<br />
tetapi tsunami dengan ketinggian mencapai 14<br />
m menewakan 546 orang dan menghancurkan<br />
setidaknya 517 rumah di pulau tersebut.<br />
Belajar dari dua kondisi sebelumnya, respon<br />
masyarakat Jepang 37 tahun berikutnya menjadi<br />
lebih baik ketika gempa dengan kekuatan 8.4 Mw<br />
kembali menghantam daerah yang sama (The Great<br />
Showa Sanriku tsunami). Meskipun terjadi pukul<br />
2.30 dini hari waktu setempat, getaran gempa yang<br />
sangat kuat membuat penduduk berhamburan<br />
dan evakuasi ke daerah yang lebih tinggi. Hasilnya,<br />
‘hanya’ 1.7% dari total penduduk di daerah inundasi