Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2. (Masih) Maraknya Sengketa Lahan<br />
Konflik kekerasan akibat persoalan lahan masih marak terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> tahun 2012. Menurut catatan<br />
ELSAM, selama Januari-Agustus 2012, untuk subsektor perkebunan saja, terdapat 59 peristiwa<br />
konflik antara warga/petani dengan perusahaan perkebunan. Banyak dari konflik ini yang<br />
mengambil bentuk bentrokan horizontal antara petani atau warga setempat dengan buruh-buruh<br />
perusahaan perkebunan atau pasukan keamanan perusahaan (Pamswakarsa) --yang biasa<br />
<strong>di</strong>beking oleh aparat kepolisian atau keamanan negara.<br />
Misalnya bentrokan antara buruh perkebunan PT Riau Agung Karya Aba<strong>di</strong> (RAKA) dengan<br />
warga/petani setempat pada 7 Mei 2012. Saat itu, para buruh sedang melakukan pemanenan buah<br />
kelapa sawit. Lalu, muncul sekitar 60 orang yang melakukan penyerangan dengan membawa<br />
senjata tajam dan api. Akibatnya, 10 buruh perkebunan PT RAKA mengalami luka-luka tembak.<br />
Latar belakang dari bentrokan ini adalah kasus sengketa lahan antara PT RAKA dengan warga<br />
setempat <strong>di</strong> bawah pimpinan David Silalahi yang mengklaim memiliki hak atas tanah ulayat<br />
yang <strong>di</strong>ambil oleh perusahaan.<br />
Ada juga bentrokan horizontal antar warga/petani sen<strong>di</strong>ri, seperti yang terja<strong>di</strong> pada kasus saling<br />
serang antara dua kelompok warga/petani yang berebut lahan bekas PT Perusahaan Nusantara<br />
(PTPN) II <strong>di</strong> Desa Seantis, Kecamatan Percut Sei Tua, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 2<br />
Juni 2012. Akibat dari bentrokan ini, dua orang warga mengalami luka-luka. Bentrokan dan<br />
saling lempar batu berhenti ketika seorang petugas kepolisian <strong>di</strong>bantu TNI tiba <strong>di</strong> lokasi untuk<br />
menghalau kedua kubu.<br />
Sehubungan dengan korban ”kekerasan fisik,” dari 59 kasus konflik yang <strong>di</strong>identifikasi oleh<br />
ELSAM, terdapat setidaknya 48 korban yang berasal dari petani atau warga; 14 korban yang<br />
berasal dari polisi dan TNI; 29 korban dari pamswakarsa; 11 orang dari pekerja perkebunan yang<br />
bukan merupakan keamanan perusahaan, dan 21 orang korban tak teridentifikasi atau tidak jelas<br />
identifikasinya. Ini belum menghitung orang yang <strong>di</strong>tangkap, pengrusakan harta benda, dan<br />
korban ”kekerasan ekonomi” seperti mereka yang tergusur dan kehilangan akses atas<br />
penghidupannya. Jumlah kategori yang terakhir ini bisa ribuan. Dalam kasus <strong>di</strong> Desa Muara Tae,<br />
Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, misalnya, 1.500 KK masyarakat adat menja<strong>di</strong> korban<br />
perampasan tanah adat Dayak Benuaq seluas 638 hektar oleh PT Munte Wani Jaya Perkasa<br />
(MWJP). Perusahaan menebang pepohonan karena hendak menja<strong>di</strong>kan lahan tersebut sebagai<br />
perkebunan kelapa sawit. Akibatnya, masyarakat adat Desa Muara Tae yang menggantungkan<br />
hidupnya pada berkebun karet <strong>di</strong> tanah itu, kehilangan mata pencaharian mereka.<br />
12