Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
ter<strong>di</strong>ri dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepolisian dan instansi terkait. Namun, tidak<br />
jelas apa tindak lanjutnya dan apa hasilnya, sehingga tindakan seperti ini lebih terlihat seperti<br />
lips service saja. Lalu, pada Juni 2012, Presiden SBY sempat mengganti Ketua BPN Joyo<br />
Winoto dengan Hendarman Supandji. Sebagian kalangan menghubungkan pergantian ini dengan<br />
kinerja Joyo yang buruk dalam melakukan reformasi agraria. Misalnya, Nurul Arifin, anggota<br />
Komisi II DPR, menganggap Joyo hanya mengumbar janji tanpa realisasi yang jelas, sehingga<br />
Komisi II bersyukur Joyo <strong>di</strong>ganti. Namun, sebagian kalangan menganggap pergantian ini lebih<br />
terkait kasus korupsi Hambalang, meski pemerintah membantah hal in. Yang jelas, hingga kini<br />
pergantian ini tampak tidak memiliki efek yang berarti pada persoalan konflik lahan.<br />
Konflik lahan memang merupakan masalah yang pelik. Untuk sebagian, problem ini memang<br />
<strong>di</strong>sebabkan oleh persoalan regulasi dan/atau penegakannya. UU Perkebunan, misalnya, sekalipun<br />
mengakui beberapa prinsip HAM, seperti pengakuan atas tanah hak ulayat masyarakat adat<br />
(Pasal 9 ayat (2)); pengakuan terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 25<br />
dan 26), dan pengakuan secara implisit terhadap hak-hak yang bisa terkena dampak dari produk<br />
perkebunan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia serta lingkungan hidup<br />
(Pasal 31 dan 32), namun tetap ada pasal-pasal yang membuka peluang bagi terja<strong>di</strong>nya<br />
pelanggaran HAM, seperti Pasal 20. Pasal 20 UU Perkebunan membolehkan pelaku usaha<br />
perkebunan melakukan pengamanan usaha perkebunan dengan "melibatkan bantuan masyarakat<br />
<strong>di</strong> sekitarnya." Tidaklah heran jika banyak pasukan keamanan perusahaan atau pamswakarsa<br />
yang terlibat dalam konflik dengan warga atau petani. Dari data ELSAM <strong>di</strong> atas, kita bisa lihat<br />
bahwa pasukan keamanan perusahaan/pamswakarsa menempati urutan kedua sebagai korban<br />
"kekerasan fisik" lahan perkebunan.<br />
Meski demikian, ’akar’ dari persoalan konflik lahan ini terletak <strong>di</strong> ranah ekonomi politik. Sistem<br />
pembangunan <strong>Indonesia</strong> yang bergantung pada investasi swasta membuat negara memiliki<br />
kepentingan untuk menciptakan iklim investasi yang baik agar investor berse<strong>di</strong>a menanam<br />
modalnya <strong>di</strong> negeri ini. Implikasinya, negara cenderung berpihak pada investor dan permisif<br />
dengan pelanggaran HAM yang <strong>di</strong>lakukan korporasi. Kecenderungan ini juga ikut berkontribusi<br />
pada penciptaan struktur kepemilikan lahan yang timpang. Menurut data Badan Pertanahan<br />
Nasional (2010), sekitar 56% tanah <strong>di</strong>kuasai hanya oleh 0,2% persen penduduk. Pada Mei 2011,<br />
pemerintah mengeluarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi<br />
<strong>Indonesia</strong> (MP3EI) 2011-2025, demi semakin memacu investasi. Dalam dokumen MP3EI<br />
<strong>di</strong>sebutkan bahwa perkebunan memang merupakan salah satu sektor yang <strong>di</strong>dorong oleh<br />
pemerintah, terutama <strong>di</strong> Sumatera. Koridor ekonomi Sumatera hendak <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan "Sentra<br />
Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional" dengan fokus pada empat<br />
kegiatan ekonomi utama, yakni kelapa sawit, karet, batubara dan besi baja. Dokumen MP3EI<br />
juga menyatakan bahwa "70 persen lahan penghasil kelapa sawit <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> berada <strong>di</strong><br />
Sumatera." Sementara untuk karet, "Koridor Ekonomi Sumatera menghasilkan sekitar 65 persen<br />
dari produksi karet nasional." Bukanlah sebuah kebetulan jika konflik lahan perkebunan paling<br />
banyak terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> Sumatera.<br />
3. Praktik Penyiksaan yang Tak Kunjung Dihapuskan<br />
Selama tahun 2012, tindak kejahatan penyiksaan, hukuman yang kejam tidak manusiawi dan<br />
merendahkan martabat 28 masih tetap kerap terja<strong>di</strong>. Institusi Kepolisian merupakan pihak yang<br />
28 Untuk selanjutnya, dalam laporan ini akan <strong>di</strong>sebut sebagai penyiksaan saja.<br />
16