05.05.2015 Views

Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam

Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam

Laporan Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun ... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kekerasan <strong>di</strong> Papua menunjukkan adanya kompleksitas permasalahan yang <strong>di</strong>hadapi, yang<br />

mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan adanya kesenjangan, kea<strong>di</strong>lan sosial,<br />

marjinalisasi, <strong>di</strong>skriminasi, dan penegakan hukum yang <strong>di</strong>skriminatif. Selain itu, kegagalan dan<br />

terus tertundanya pelaksanaan <strong>di</strong>alog antara pemerintah dengan warga Papua, semakin<br />

menjauhkan upaya perdamaian <strong>di</strong> Papua.<br />

Dalam analisisnya mengenai gejolak <strong>di</strong> Papua, Komnas HAM menyebutkan bahwa persoalannya<br />

adalah masih adanya kesenjangan <strong>di</strong> Papua. Kesenjangan ini <strong>di</strong> antaranya <strong>di</strong>sebabkan otonomi<br />

khusus yang <strong>di</strong>berikan pemerintah pusat belum banyak memberikan perubahan bagi masyarakat<br />

Papua, yang terlihat bahwa masyarakat Papua masih ter<strong>di</strong>skriminasi dan termarjinalkan dalam<br />

bidang pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan, terja<strong>di</strong>nya peningkatan jumlah pengangguran, jumlah warga yang terjangkit<br />

virus HIV/AIDS, dan infrastruktur <strong>di</strong> Papua yang mahal. Komnas HAM merekomendasikan<br />

pemerintah tidak boleh bereaksi dengan cara keras dan harus melakukan pendekatan kebijakan<br />

pada akses pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan dan ekonomi, memberikan penghargaan secara bermartabat kepada warga<br />

Papua, menghilangkan tu<strong>di</strong>ngan bahwa aksi-aksi warga Papua merupakan tindak sparatis, karena<br />

tu<strong>di</strong>ngan tersebut justru akan membangkitkan perlawanan. Komnas HAM juga mengingatkan<br />

perlunya perubahan cara pandang dalam penanganan masalah <strong>di</strong> Papua agar tidak sama dengan<br />

Orde Baru, karena jika tidak berubah maka masalah <strong>di</strong> Papua ini tidak akan berakhir. 65<br />

Persoalan kesenjangan, secara lebih luas berhubungan dengan persoalan tentang kea<strong>di</strong>lan sosial<br />

<strong>di</strong> Papua. Sekjen Presi<strong>di</strong>um Dewan Papua (PDP) Thaha Alhamid menyatakan bahwa<br />

berlanjutnya kekerasan dan konflik <strong>di</strong> Papua karena masih adanya ketidaka<strong>di</strong>lan sosial. Selain<br />

itu, Thaha juga menyatakan bahwa persoalan lain adalah penegakan hukum yang lemah dan<br />

<strong>di</strong>skriminatif, <strong>di</strong> mana aparat penegak hukum <strong>di</strong> Papua hanya sibuk saat ada aksi unjuk rasa<br />

tentang referendum atau pengibaran bendera Bintang Kejora. Sementara bila ada kasus<br />

dugaan korupsi, penanganannya cenderung lambat. Dari berbagai permasalahan yang terja<strong>di</strong>,<br />

Thaha menghimbau semua pihak harus membuka komunikasi sosial politik agar tak semua<br />

kasus berujung pada aksi kekerasan. 66<br />

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan <strong>Indonesia</strong> (LIPI) bidang Papua, Adriana Elisabeth,<br />

menyebut ada 4 (empat) isu utama penyebab mengapa konflik <strong>di</strong> Papua tidak kunjung usai,<br />

yakni: marjinalisasi dan <strong>di</strong>skriminasi, kegagalan pembangunan, kekerasan negara dan<br />

pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik <strong>di</strong> Papua. Konflik yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> Papua saat<br />

ini bukan konflik horizontal melainkan mutlak konflik vertikal antara pemerintah dan<br />

masyarakat. Kekerasan yang muncul adalah bagian dari tidak terselesaikannya konflik kedua<br />

kubu. Adriana merekomendasikan penghentian kekerasan karena jika tidak <strong>di</strong>hentikan, apapun<br />

yang terja<strong>di</strong> dan sekecil apapun isu <strong>di</strong> Papua akan berubah menja<strong>di</strong> isu politik. 67<br />

Sejalan dengan 3 pandangan <strong>di</strong> atas, Internasional Crisis Group (ICG) menyebut terdapat dua<br />

faktor yang mendorong sebagian dari kekerasan <strong>di</strong> Papua. Pertama, terja<strong>di</strong> berbagai<br />

65<br />

66<br />

67<br />

Lihat “Kekerasan <strong>di</strong> Papua Masih karena Kesenjangan”, dalam http://jakarta.okezone.com/read/<br />

2012/06/15/337/647836/kekerasan-<strong>di</strong>-papua-masih-karena-kesenjangan, <strong>di</strong>akses 5 Januari 2013.<br />

Lihat “Papua akan terus ada Konflik”, dalam http://bintangpapua.com/headline/26139-papua-akan-terus-adakonflik,<br />

<strong>di</strong>akses 5 Januari 2013.<br />

Lihat “Penyebab Tidak Tuntasnya Konflik Papua, Ada Empat Isu Utama Mengapa Konflik Papua Tidak<br />

Kunjung Usai”, dalam http://nasional.news.viva.co.id/news/read/317937-penyebab-tidak-tuntasnya-konflikpapua,<br />

<strong>di</strong>akses 5 Januari 2013.<br />

34

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!