You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Lumbung<br />
Pangan<br />
Tanggap. Luas lahan pertanian sawah yang<br />
dikelola bersama petani dan LPM mencapai<br />
98 hektare.<br />
Rawan Paceklik, Lahan Pertanian Kian<br />
Menyusut<br />
LPM hadir di tengah permasalahan<br />
pertanian yang kerap dialami para petani<br />
Indonesia pada umumnya. Salah<br />
satunya adalah musim paceklik<br />
akibat kekeringan dan gagal<br />
panen.<br />
Didapuk sebagai negara<br />
penghasil beras terbesar ketiga<br />
setelah Tiongkok dan India pada<br />
2014 oleh Organisasi Pangan<br />
dan Pertanian PBB (FAO) tak<br />
menjadikan Indonesia terbebas<br />
dari krisis pangan. Pada 2015,<br />
Indonesia terpaksa mengimpor<br />
1,5 juta ton beras dari Vietnam<br />
dan Thailand akibat kekeringan<br />
ekstrem yang menghantam 198<br />
hektare lahan pertanian nasional<br />
pada tahun yang sama.<br />
Tidak hanya itu, faktor<br />
kekeringan juga mempengaruhi<br />
petani untuk beralih ke profesi<br />
dengan “penghasilan tetap” per<br />
bulannya. Bahkan, beberapa<br />
petani sampai menjual lahan<br />
pertaniannya, tak lagi minat untuk<br />
bertani.<br />
Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut<br />
Pertanian Bogor Arif Satria punya data bahwa<br />
sedikitnya 826.000 rumah tangga petani<br />
memutasi lahan sawahnya. Dari jumlah<br />
tersebut, 612.000 rumah tangga petani<br />
memilih menjual lahan sawahnya untuk untuk<br />
dialihfungsikan menjadi bangunan baru.<br />
Wakaf dan Pemberdayaan Petani Desa<br />
LPM bertekad menjawab masalahmasalah<br />
pertanian yang ada melalui<br />
pemberdayaan masyarakat tani yang tinggal<br />
di sekitar wilayah implementasi LPM.<br />
“Sebanyak 150 petani akan dilatih<br />
dan dibimbing dalam pengelolaan lahan<br />
pertanian, termasuk dalam mengantisipasi<br />
kekeringan dan gangguan hama yang dapat<br />
menimbulkan gagal panen,” ungkap Aryanto,<br />
salah satu pengelola LPM di Blora.<br />
Selain pelatihan dan pembinaan,<br />
peningkatan produktivitas petani dan hasil<br />
tani juga akan ditunjang dari segi penyediaan<br />
sarana pertanian yang memadai. Melalui<br />
Warung Tani, petani bisa membeli kebutuhan<br />
sarana produksi tani (saprotan) dengan harga<br />
yang relatif terjangkau.<br />
Lebih menariknya lagi, petani yang<br />
sudah terdaftar menjadi anggota LPM<br />
dan Warung Tani bisa membeli peralatan<br />
pertanian tersebut menggunakan kartu<br />
keanggotaan mereka yang juga berfungsi<br />
sebagai uang elektronik.<br />
“Itu seperti kartu top up. Di dalamnya<br />
sudah diisikan saldo oleh LPM dengan jumlah<br />
tertentu yang berlaku selama satu masa<br />
panen (4 bulan). Jadi, setiap empat bulan,<br />
kartu mereka akan rutin diisi ulang,” tambah<br />
Aryanto.<br />
Melalui pemberdayaan petani setempat,<br />
LPM juga optimis untuk menyelesaikan<br />
permasalahan klasik yang dihadapi para<br />
petani, yaitu permodalan dan pemasaran<br />
hasil tani. Menurut Aryanto, para petani desa<br />
mayoritas merupakan petani kecil atau petani<br />
penggarap. Masalah kerap muncul ketika<br />
benih dan pupuk menjadi langka sehingga<br />
para petani membutuhkan modal lebih untuk<br />
bertani. Di situasi inilah, para tengkulak atau<br />
lintah darat memainkan peranan mereka yang<br />
cukup memonopoli para petani.<br />
“Sistem ijon (pinjam) masih sangat<br />
kuat di kalangan petani kecil. Mereka pinjam<br />
modal untuk bertani kepada para tengkulak.<br />
Pinjaman mereka nantinya akan dibayar dari<br />
hasil penjualan gabah kepada tengkulak itu.<br />
Masalahnya, harga yang dipatok tengkulak<br />
seringkali lebih rendah dari harga pasar<br />
sehingga ini sangat merugikan petani kecil,”<br />
ujarnya.<br />
<strong>Edisi</strong> 9/<strong>IX</strong>/<strong>2017</strong> | <strong>BENEFIT</strong> 75