You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SKDI<br />
lebih. Mereka membaur<br />
untuk sementara waktu.<br />
Untuk Desa<br />
Satkania, Tim SOS<br />
Rohingya Aksi Cepat<br />
Tanggap membawa<br />
bantuan dengan berat<br />
total kurang lebih 500 kg.<br />
Dua buah truk berukuran<br />
sedang dipakai untuk<br />
membawa seluruh<br />
bantuan pangan ini<br />
menembus pelosok desa<br />
sampai ke Satkania.<br />
Paket yang disalurkan terdiri dari beras,<br />
kentang, minyak goreng, bawang, adas,<br />
dan beberapa bahan pangan lainnya. Tak<br />
hanya bantuan untuk pengungsi Rohingya,<br />
beberapa warga lokal pun menerima<br />
berkahnya.<br />
“Di Bangladesh, kalau kita ingin<br />
memberi bantuan ke pengungsi Rohingya<br />
harus ada warga lokal yang dapat juga.<br />
Mereka dipilih dari yang kategori paling susah<br />
di desa sini,” jelas mitra ACT.<br />
Jelang senja dan gelap membaur di<br />
langit, distribusi bantuan pangan sempat<br />
tertunda sesaat untuk menunaikan shalat<br />
Maghrib. Seusai shalat berjamaah di rumah<br />
Sang Tokoh Desa Satkania ini, distribusi<br />
kembali berlanjut. Seratusan orang<br />
tampak sudah berbaris rapi di sebelah truk<br />
berbendera Indonesia. Rohingya dan warga<br />
lokal membaur, tampak nyaris tak ada beda<br />
antara si pengungsi dan si warga lokal.<br />
Jika mencermati sejenak, bisa dibilang<br />
hampir tak ada perbedaan fisik antara orang<br />
Rohingya dan warga lokal Bangladesh. Warna<br />
kulit serupa, postur serupa, garis wajah pun<br />
mirip, bahkan bahasa yang mereka gunakan<br />
pun sama persis! Untuk bahasa yang sama,<br />
memang muslim Rohingya di wilayah<br />
Rakhine, Myanmar berbahasa yang sama<br />
dengan Muslim Bangladesh wilayah Timur<br />
yang bermukim dekat perbatasan. Hanya<br />
berbatas sungai Naf, bahasa dan budaya<br />
mereka serupa.<br />
Satu hal kentara yang membedakan,<br />
orang-orang Rohingya itu tampak berwajah<br />
lebih kusam dengan rona wajah yang tak lagi<br />
segar, cenderung muram. Kemuraman yang<br />
beralasan, sebab bayang-bayang penindasan<br />
Myanmar atas orang-orang Rohingya itu<br />
tentu masih terekam jelas dalam pengalaman<br />
mereka beberapa tahun terakhir.<br />
Saking ramainya, lonjakan histeria itu<br />
pun tak bisa dibendung. Selepas maghrib,<br />
pembagian bantuan pangan ini sempat<br />
terasa sedikit kegaduhan. Mereka yang<br />
mengantre, warga lokal fakir dan ratusan<br />
keluarga Rohingya itu tak sabar untuk lekas<br />
menukarkan kupon yang mereka dapatkan.<br />
Sebuah kupon yang seharga dengan<br />
tumpukan bahan pangan, juga tumpukan<br />
bahagia. Sebuah bentuk empati kemanusiaan<br />
yang nyata tersaji untuk nasib warga<br />
Rohingya. Dua jam selepas maghrib, seluruh<br />
paket bantuan pangan di atas dua truk itu<br />
tuntas, kosong tak bersisa.<br />
Dari sebelah Maungdaw, dari seberang<br />
Sungai Naf, Ratusan pengungsi Rohingya<br />
di Desa Satkania, Distrik Chittagong,<br />
Bangladesh terima uluran tangan tulus dari<br />
Bangsa Indonesia. Sebuah bukti bahwa<br />
bangsa ini memang punya semangat gerilya<br />
tinggi untuk urusan empati dan kemanusiaan.<br />
Dari balik kabut malam Satkania,<br />
bendera “Terima Kasih Indonesia” pun<br />
berkibar. Alhamdulillah.■<br />
<strong>Edisi</strong> 9/<strong>IX</strong>/<strong>2017</strong> | <strong>BENEFIT</strong> 83