14.06.2013 Views

Jurnal FWI

Jurnal FWI

Jurnal FWI

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Jurnal</strong> Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia<br />

Volume 1, Nomor 1, Desember 2009<br />

KONSUMERISME SEBAGAI SALAH SATU BUDAYA MASSA<br />

Ciri modernitas yang membawa dampak materialisme dewasa ini diwakili oleh<br />

kehadiran mall, fasilitas dan sarana pendidikan, tempat rekreasi, tempat hiburan, bioskop,<br />

perbankanan, dan sebagainya. Ciri-ciri modernitas tersebut kemudian dihubungkan<br />

dengan pola konsumsi masyarakat modern itu sendiri. Pola konsumsi ini mengacu kepada<br />

apa yang dimakan, apa yang dikenakan, apa yang dipertontonkan, apa yang dilakukan<br />

dalam menghabiskan waktu mereka dalam kehidupan. Cara-cara manusia menghabiskan<br />

waktu pun menjadi komoditas kapitalisme. Hal-hal yang tadinya bersifat “leissure”<br />

menghabiskan waktu menjadi nilai bisnis di mata kaum pemilik modal (kapitalis). Cara<br />

manusia bersantai, bepergian, berolah raga, atau bahkan bermain dianggap sebagai<br />

sebuah “pekerjaan” tertentu (Briggs, 2006: 233).<br />

Ia menjadi bernilai bisnis dan menjadi bagian dari pola konsumsi. Konsumerisme<br />

ini merupakan salah satu dari budaya massa. Yang dimaksudkan dengan budaya massa<br />

adalah budaya yang menyenangkan, disukai banyak orang, bahkan budaya masa ini<br />

diartikulasikan sebagai budaya “sub standard” (Storey, 1993: 11). Karena sifatnya yang<br />

sub standard, maka ia sebetulnya tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi oleh masa untuk<br />

dikonsumsi oleh masaa. Segmen pasar dari budaya pasar ini adalah sosok-sosok<br />

konsumen yang tidak bisa memilih, budaya ini dimiliki atau bahkan dikuasai tanpa<br />

berpikir panjang dan tanpa perhitungan.<br />

Mengapa manusia modern cenderung melumpuhkan sikap kritisnya dalam<br />

menyikapi budaya massa, termasuk budaya konsumerisme? Mengapa manusia modern<br />

yang konon dicirikan rasionalitas cenderung terus terbius untuk membeli komoditikomoditi<br />

dan rayuan visual eksotis dari barang-barang tersebut? Pertanyaan tersebut akan<br />

dijawab dengan asumsi bahwa ada hubungan antara kesadaran manusia, informasi, dan<br />

konsep keterasingan itu sendiri. Informasi yang diterima individu secara terus menerus<br />

yang mengarahkan pada sikap mengiyakan atau menolak, akan membentuknya menjadi<br />

transformasi informasi. Bila transformasi tersebut memberikan solusi yang<br />

mensejahterakan dan bukan mencelakakan, maka hal itu disebut sebagai proses<br />

emansipasi dan kesadaran kritis menjadi kesadaran emansipatorik (Sutrisno, t.t: 150).<br />

Penjelasan ini belumlah dapat menjawab pertanyaan mengapa jika manusia sudah<br />

memiliki tiga bentuk kesadaran demikian (kesadaran kritis, transformasi dan<br />

emansipatorik), akan tetapi menjadi tidak kritis atas rayuan komoditas konsumerisme.<br />

22

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!