Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Wacana Indonesia<br />
Volume 1, Nomor 1, Desember Tahun 2009 (83‐88)<br />
EKSISTENSI KESENDIRIAN AFASIA - DUNIA TANPA KATA DAN SIMBOL -<br />
DALAM KESENDIRIAN EMOSIONAL DAN KESENDIRIAN SOSIAL<br />
(Teori Ego Psikologi Freud dan Teori Fenomenologi Husserl)<br />
Musdalifah Dachrud<br />
(Staf Pengajar STAIN Manado)<br />
(iffah_dachrud@yahoo.com)<br />
Abstract:<br />
Bertambahnya jumlah gangguan peredaran darah otak (CDV) atau istilah<br />
medis lain cedera pembulu darah otak (CVA) dan trauma kapitis,<br />
mmengindikasikan jumlah kasus dengan gejala sisa neurologik juga makin<br />
meningkat. Gejala sisa elementer yang paling menyolok adalah hemiparesis<br />
dan gejala sisa fungsi luhur yang paling banyak adalah afasia. Pada kasus<br />
CVD/CVA, kemungkinan seorang pasien menderita afasia adalah 25%,<br />
karena separuhnya menderita hemiparesis dekstra dan separuh dari ini<br />
mungkin menderita afasia.<br />
Kata Kunci: Afasia, Kesendirian, emosional, social.<br />
PENDAHULUAN<br />
The Agency for Health Care Policy and Research Post-Stroke Rehabilitation<br />
Clinical Practice Guidelines mendefinisikan afasia sebagai hilangnya kemampuan untuk<br />
berkomunikasi dengan lisan bahkan isyarat, atau secara tertulis atau ketidakmampuan<br />
untuk memahami komunikasi tersebut atau hilangnya kemampuan berbahasa (Gresham,<br />
1995).<br />
Darley (1982) mengemukakan bahwa afasia biasanya melukiskan tentang suatu<br />
kerusakan atau pelemahan bahasa akibat terjadinya cedera otak pada area dominan bahasa<br />
cerebral hemisphere.<br />
Afasia dapat terjadi mengikuti stroke dan traumatic brain injury, dan dapat pula<br />
dihubungkan dengan penyakit yang mempengaruhi unsur dan fungsi otak (Nadau et al.,<br />
2000)<br />
Definisi lain mengungkapkan afasia dicirikan sebagai permasalahan bahasa dan<br />
cognitive communication yang berhubungan denngan kerusakan otak lainnya seperti<br />
dementia, dan traumatic brain injury (Orange, 1998). Bagaimanapun, penjelasan terhadap<br />
afasia tidak sederhana semata-mata sebagai kekacauan berbahasa, melainkan sebagai<br />
suatu kesatuan klinis yang kompleks.<br />
83