You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Konsumerisme Sebagai Simbol Modernitas<br />
Asliah Zainal<br />
Pierce (dalam Saifuddin, 2005: 291), yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon mencerminkan<br />
obyeknya dalam hal tertentu (salib adalah ikon Kristen); indeks memiliki keterkaitan<br />
secara fisik dengan obyeknya, misalnya mawar sebagai indeks kelompok bunga;<br />
sedangkan simbol berarti sesuatu yang berarti bagi obyeknya, karena ditafsirkan<br />
sedemikian rupa melalui kesepakatan dan penggunaannya.<br />
Karakteristik simbol sebagaimana diungkapkan diatas menerangkan bahwa<br />
simbol itu merupakan sesuatu yang arbitrer. Pemaknaan yang disimbolkan adalah mana<br />
suka tergantung atas individu atau subyek dan interest tertentu. Simbol juga<br />
merepresentasikan sesuatu yang abstrak yang tidak mudah diobservasi atau divisualisasi.<br />
Di samping itu, simbol juga dilekatkan untuk mengatur dan mengacu pada obyek yang<br />
disimbolkan.<br />
Konsumerisme sesungguhnya adalah manipulasi simbol. Simbol diciptakan untuk<br />
kemudian dimaknai secara manipulatif demi untuk mengecoh makna sebenarnya yang<br />
diacu oleh simbol-simbol tersebut. Konsumerisme dalam restoran cepat saji yang<br />
dicirikan oleh interaksi simulacra (dangkal dan kurang intim), pelayanan yang diberikan<br />
dalam hotel atau perbankan, cara manusia berbelanja, menghabiskan waktu (rekreasi),<br />
atau bermain dimanipulasi oleh simbol-simbol hubungan atau interaksi yang dangkal,<br />
kontraktual, berjarak, dan sporadik.<br />
Manusia modern yang berada dalam masa transisi dicirikan oleh identitas diri<br />
yang membingungkan (ambigu). Mereka berada dalam alam ambang yang jika mereka<br />
masih memegang nilai-nilai lama dalam ketradsionalan mereka, akan dikatakan<br />
ketinggalan zaman. Akan tetapi, jika mereka akan mengikuti pola kebudayaan baru yang<br />
serba modern nilai-nilai baru tersebut belum terbentuk secara konkrit. Manusia-manusia<br />
yang mengalami kebingungan ini berada dalam fase ambang (threshold). Manusia<br />
modern dikatakan Sairin (2002: 172) juga bisa diidentifikasi sebagai masyarakat<br />
transisional yang ambigu/liminal (neither here and nor there).<br />
Konsumerisme sesungguhnya menyimbolkan impian dan kesadaran semu.<br />
Konsumerisme memberi ruang bagi eskapisme (pelarian) bukan semata pada dunia yang<br />
lain (dunia mimpi), akan tetapi juga pelarian dari utopia manusia sendiri. Mimpi<br />
ditawarkan oleh iklan secara bombastis menjadikannya bukan semata sebagai impian<br />
semata lagi. Komoditas-komoditas yang ditawarkan iklan menjanjikan mimpi akan jadi<br />
kenyataan (the dream come true) dan akhirnya mimpi itu sendiri bukan lagi sesuatu yang<br />
utopis bagi manusia modern. Mall adalah katedral konsumsi. Konsumerisme dewasa ini<br />
25