14.06.2013 Views

Jurnal FWI

Jurnal FWI

Jurnal FWI

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Jurnal</strong> Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia<br />

Volume 1, Nomor 1, Desember 2009<br />

Seorang pengrajin pembatik menyelesaikan sehelai kain batik tulis butuh waktu sekitar<br />

dua minggu hingga satu bulan tergantung rumit tidaknya pola batik yang dikerjakan.<br />

Hubungan ketetanggaan mendorong terbentuknya jalinan hubungan kerja kontrak<br />

borongan. Mandor penggarap memberi order pekerjaan, modal usaha, upah sedangkan<br />

pengrajin pembatik menyediakan tenaga, ketrampilan dan kepatuhan.<br />

Orang tua memberi pengetahuan dan ketrampilan berdagang kepada anak sejak<br />

usia remaja atau sekitar 15 tahun. Para bakul batik memperoleh modal barang dagangan<br />

dengan cara srempetan, ngempit dan nempil dari juragan atau saudagar batik. Seorang<br />

bakul batik memperoleh pinjaman barang dagangan dengan cara srempetan jika ia telah<br />

dipercaya oleh juragan atau saudagar batik. Juragan atau saudagar batik memberi<br />

waktu pinjaman barang dagangan tanpa bunga selama 7 hari. Jika para bakul batik<br />

mengambil barang dagangan pada hari Senin, maka hari Senin pagi berikutnya harus<br />

membayar barangan dagangan tersebut kepada juragan atau saudagar batik. Ngempit<br />

hampir sama dengan srempetan hanya waktunya lebih terbatas, hari ini pinjam besok pagi<br />

harus mengembalikan atau elunasi. Sementara itu jika bakul batik tidak memiliki<br />

barang dagangan tertentu yang dibutuhkan konsumen maka ia akan nempil barang<br />

dagangan dari juragan atau saudagar. Bakul batik memperoleh keuntungan dari selisih<br />

harga jual konsumen dikurangi harga dasar yang ditetapkan oleh juragan atau saudagar<br />

batik. saudagar batik .Hal itu menunjukkan modal barang dagangan bakul batik sangat<br />

tergantung dari juragan atau saudagar batik.<br />

Dalam pemahaman budaya Jawa, orang yang telah menerima bantuan dari<br />

mereka akan merasa berhutang budi dan wajib mengembalikan bantuan itu di masa<br />

depan “ utang dhuwit iso dilunasi utang budi digowo mati”. Pengrajin pembatik dan<br />

bakul batik merasa berhutang budi pada juragan dan saudagar batik.Pengrajin<br />

pembatik dan bakul batik memiliki keyakinan bahwa mendapat order pekerjaan dan<br />

pinjaman materi merupakan sesuatu yang berhubungan budi pekerti. Secara tidak<br />

langsung nilai budaya ini diintrumentalisasi oleh para juragan dan saudagar batik kedalam<br />

hubungan produksi dan dagang untuk mendukung aktivitasnya. Pengrajin pembatik dan<br />

bakul batik mengembangkan modal sosial saling percaya, norma tolong menolong dan<br />

kerja sama dalam kelompok-kelompok kekerabatan, ketatanggaan dan keagamaan di<br />

pedesaan. Mereka mengembangkan norma tolong menolong dengan ungkapan tepo<br />

slro. Artinya jika seseorang ingin ditolong maka ia harus menolong orang lain.<br />

Pengrajin pembatik dan bakul batik memanfaatkan kelompok-kelompok sosial<br />

keagamaan sebagai media kerja sama untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan.<br />

64

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!