02.07.2013 Views

Pedalangan Jilid 1.pdf

Pedalangan Jilid 1.pdf

Pedalangan Jilid 1.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

177<br />

Sang Hyang Siwa atau Sang Hyang Manikmaya yang disebut Batara<br />

Guru. Dalam pemberian hak kewenangan, Sang Hyang Maha Tunggal<br />

bersabda kepada ketiga puteranya ”Heh sira puteraku sakatelune<br />

pisan, sejatine sira iku ingsun, ingsun iku sira.”<br />

Apa yang disabdakan sebenarnya merupakan pernyataan<br />

bahwa mereka adalah satu, Sang Hyang Tunggal tidak berbeda dengan<br />

mereka. Jika demikian Semar sama dengan Batara Siwa. Jika<br />

Batara Guru tidak berbeda dengan Semar, maka dapat disimpulkan<br />

bahwa Siwa, Durga, Semar, dan Bagong pun adalah tokoh yang satu<br />

yang tidak berbeda dengan Sang Hyang Tunggal atau Sang<br />

Hyang Wenang yang menciptakan dunia seisinya.<br />

Sekarang kita tengok kembali tokoh Semar dan Bagong<br />

yang ditancapkan pada jagadan bagian tengah, yang kedua mukanya<br />

ditutup dengan gunungan (kayon) dan masing-masing merangkul<br />

kayon. Hal ini melambangkan bahwa Sang Hyang Maha Tunggal<br />

(Maha Wenang/Kuasa) masih diam, belum bekerja. Sang Maha Kuasa<br />

(Tuhan) belum melakonkan kehidupan. Dunia masih sepi, sunyi<br />

belum ada hidup, belum terang, masih gelap, belum ada gerak.<br />

Setelah sang dalang menduduki tempatnya, ia akan menceritakan<br />

lakon melalui medium wayang. Ini sebuah lambang bahwa<br />

Sang Hyang Maha Kuasa (Tuhan) mulai menceritakan hidup dan kehidupan<br />

manusia di dunia fana ini.<br />

Pendapat ini agak berbeda sedikit dengan pendapat Ki dalang<br />

Suleman, seorang dalang senior dari desa Karang Bangkal,<br />

Gempol, Pasuruan, Jawa Timur. Beliau berpendapat bahwa gambar<br />

Semar dan Bagong sebagai Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang<br />

Kuasa yang diam tetapi mengintip (nginjen) dunia yang akan dihidupkan.<br />

Kemudian gambar Batara Siwa dan Batari Durga, Ki Suleman<br />

menafsir bahwa kedua-duanya adalah yang satu dan yang<br />

menciptakan alam raya sedang meneliti dan melihat kondisi ciptaan-<br />

Nya. Bandingkan dengan kitab Purwaning Dumadi dalam Kitab Suci<br />

(alkitab) umat Kristen, “Ing dina kang kapitu bareng Gusti Allah wus<br />

mungkasi pakaryane anggone yeyasa, ing dina kang kapitu banjur<br />

kendel anggone karya samubarang kang wus kayasa iku” (Purwaning<br />

Dumadi 2:2).<br />

Tentang penciptaan ini, bandingkan pula dengan kitab Ambiya<br />

dalam Kapustakaan Jawa tulisan Prof. Draden RM. Ng. Purbocaroko,<br />

”Tatkala Tuhan mulai menciptakan dunia, mula-mula diciptakan<br />

cahaya, kemudian kentallah cahaya itu menjadi ratna lalu menjadi<br />

air dan buih, buih itulah yang kemudian menjadi langit yang tujuh”<br />

(Kapustakaan Jawa hal 140).<br />

Dengan berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka penancapan<br />

wayang Semar dan Bagong di tengah jagadan dan Batara<br />

Guru serta Durga pada simpingan kanan dan kiri dalam seni pertunjukan<br />

wayang Jawatimuran merupakan akulturasi budaya Jawa Hindu<br />

yang perlu dilestarikan. Termasuk cerita Ramayana dan Maha-

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!