Pedalangan Jilid 1.pdf
Pedalangan Jilid 1.pdf
Pedalangan Jilid 1.pdf
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
225<br />
laki ditolak dengan alasan sudah tua dan dipastikan tidak mampu bekerja,<br />
justru akan membuat kesal saja. Dengan hinaan itu menyingkirlah<br />
orang tua tersebut. Tentu saja si perempuan cantik itu mengikuti<br />
jejak si tua. Tetapi Raden Samba telah mengejarnya, sambil merayu<br />
si perempuan cantik yang mengaku bernama Endang Mundhiasih.<br />
Jawab Mundhiasih sambil melontarkan kemarahan atas ketidak<br />
adilan serta tidak adanya rasa belas kasih terhadap orang tua, hanya<br />
perempuan saja yang dikejar-kejar. Endang Mundhiasih berkata<br />
“Wahyu Cakraningratmu tidak pantas untuk menghujat”. Ternyata<br />
Mundhiasih dan orang laki-laki tua itu kemudian hilang bersamaan<br />
dengan sinar Wahyu Cakraningrat pergi meninggalkan Raden Samba.<br />
Seketika itu badan raden Samba terasa lemas bagaikan orang<br />
tak berpengharapan dan tidak tahu apa yang akan diperbuat. Bukan<br />
main rasa kecewa Raden Samba terhadap watak sombong dan<br />
congkaknya ketika merasa wahyunya sudah pergi. Wahyu Cakraningrat<br />
tidak kuat menempati rumah (tubuh) yang congkak dan sombong.<br />
Akhirnya Raden Samba menyadari bahwa Wahyu Cakraningrat<br />
bukanlah miliknya. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur maka<br />
pulanglah Raden Samba ke Kadipaten Parang Garuda di negara<br />
Dwarawati.<br />
Di tempat lain, di sebelah selatan hutan Gangga Warayang,<br />
terlihat empat panakawan seperti biasa masih menanti selesainya tapa<br />
sang bendara. Pekerjaan seperti ini sudah terbiasa dilakukan oleh<br />
para panakawan sejak jaman Maharesi Manumayasa.<br />
Namun pada malam hari mereka berempat merasa seperti<br />
ada bayangan hitam berada tepat di tengah-tengah mereka. Bayangan<br />
tersebut sambil berkata ”Jawata bakal marengake dheweke nampa<br />
Wahyu Cakraningrat ”. (Dewata memperkenankan dia untuk menerima<br />
Wahyu Cakraningrat)<br />
Demikian para panakawan bergembira ria karena bendaranya<br />
telah mendapatkan apa yang didiinginkan. Dan benar, Raden<br />
Angkawijaya telah keluar dari pertapaannya. Wajahnya kelihatan cerah<br />
bersinar, tubuhnya nampak segar utuh tanpa cela. Memang itulah<br />
tubuh yang telah berisi wahyu. Maka berangkatlah pulang dan<br />
mereka memperhitungkan bahwa apa yang diidamkan telah terlaksana<br />
dan selesailah.<br />
Tiba-tiba datang para Kurawa mengejar Raden Angkawijaya<br />
yang telah mendapat Wahyu Cakraningrat. Para Kurawa mengejar<br />
Raden Abimanyu karena ingin merebut Wahyu Cakraningrat dan<br />
ternyata para Kurawa tidak mampu mengejarnya hingga Raden Angkawijaya<br />
sudah sampai di istana Amarta yang pada saat itu di Amarta<br />
sedang ada rapat rutin (siniwaka). Mereka semuanya bersyukur<br />
karena apa yang diinginkan Angkawijaya telah menjadi kenyataan.<br />
Dan Angkawijaya-ah kelak yang akan menurunkan raja-raja di Jawa.<br />
Tak lama kemudian terdengar suara ramai di luar yang ternyata<br />
orang-orang Kurawa yang merasa bahwa Wahyu Cakraningrat