Pedalangan Jilid 1.pdf
Pedalangan Jilid 1.pdf
Pedalangan Jilid 1.pdf
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
222<br />
wahyu tersebut. Ketiga bangsawan ini termasuk generasi penerus<br />
yang memiliki karakter berbeda-beda.<br />
Para penonton di saat melihat pagelaran wayang dengan<br />
lakon Wahyu Cakraningrat, nampak tertegun pada sajian ki dalang<br />
sejak dari awal. Hal tersebut terbukti saat adegan jejer negara Hastina<br />
sang Prabu Duryudana sedang dihadap para punggawa (nayaka),<br />
dan munculnya putra mahkota Raden Lasmana Mandrakumara<br />
yang sikap dan bicaranya sangat menggelitik hati penonton.<br />
Raden Lasmana Mandrakumara ingin memiliki Wahyu Cakraningrat,<br />
dan dia harus bertapa di hutan Gangga Warayang. Pada<br />
saat ditanya tentang kesanggupannya bertapa di hutan, maka Raden<br />
Lasmana Mandrakumara menjawab sanggup bertapa di hutan tersebut.<br />
Namun dia ingin agar dijaga paman-pamannya, di antaranya<br />
adalah Sengkuni dan Drona. Yang paling penting bagi Lasmana<br />
Mandrakumara adalah membawa minuman dan makanan dengan<br />
tujuan agar tidak kelaparan pada sata bertapa meraih wahyu. Dengan<br />
demikian diri si tapa akan tenang sehingga wahyunya nanti<br />
akan mudah menyatu ke tubuh (manjing sarira), itulah pemikiran para<br />
sesepuh Hastina. Keberangkatannya di antar oleh para punggawa<br />
prajurit berkuda dan Lasmana Mandrakumara naik Joli Jempana yaitu<br />
kereta yang ditarik lebih dari dua ekor kuda.<br />
Lain lagi dengan putra mahkota Dwarawati satriya Parang<br />
Garuda Raden Samba. Dia satriya yang pemberani juga ingin bertapa<br />
di dalam hutan Gangga Warayang untuk meraih Wahyu Cakraningrat.<br />
Kebertangkatannya diantar oleh para senapati sampai di<br />
perbatasan kraton. Selanjutnya berangkat sendiri dengan berjalan<br />
kaki.<br />
Ketika dalam perjalanan, Raden Samba bertemu dengan<br />
orang-orang Kurawa yang juga akan menuju ke hutan Gangga Warayang<br />
guna menyambut turunnya Wahyu Cakraningrat. Secara persaudaraan<br />
mereka saling bertegur-sapa tetapi setelah mengetahui<br />
keperluan masing-masing, mereka menjadi selisih pendapat. Awalnya<br />
hanya pertengkaran mulut, tetapi akhirnya menjadi pertengkaran<br />
fisik. Karena Raden Samba hanya sendirian maka ia tidak mampu<br />
melawan Kurawa, dan akhirnya menyingkir.<br />
Ada satu kebulatan tekad dalam diri Raden Samba. Walaupun<br />
kalah perang melawan orang-orang Kurawa dari Hastina bukan<br />
berarti harapan untuk memiliki Wahyu Cakraningrat berhenti. Wahyu<br />
Cakraningrat harus bisa diraih dan bisa menjadi miliknya, begitulah<br />
pikiran Raden Samba. Agar tidak bertemu dengan orang Hastina<br />
yang urakan itu maka Raden Samba melanjutkan perjalanan menuju<br />
hutan Gangga Warayang dari sisi lain.<br />
Peristiwa telah terjadi di tempat lain yaitu di tengah hutan.<br />
Ada seorang satriya bernama Raden Abimanyu yang dikeroyok lima<br />
raksasa hutan, dan nampak satriya tersebut agak kewalahan. Kebe-