29.11.2014 Views

EJurnal_1409_03 Edisi september ok

EJurnal_1409_03 Edisi september ok

EJurnal_1409_03 Edisi september ok

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penguatan Hak Asasi Manusia Di Indonesia<br />

terselenggaranya penghormatan, penegakan, perlindungan dan pemenuhan<br />

terhadap hak asasi manusia.<br />

Selain negara dan individu, yang juga bertindak sebagai pemangku<br />

kewajiban dalam HAM adalah korporasi multinasional. Masuknya korporasi<br />

multinasional sebagai pemangku kewajiban karena berbagai kebijakan negara<br />

di bidang ekonomi tidak saja sepenuhnya dibuat oleh negara, melainkan<br />

dibuat bersama atau atas instruksi dan pengaruh lembaga dana internasional<br />

dan kepntingan investasi perusahaan multinasional. 39 Adapun pemangku hak<br />

adalah individu dan kelomp<strong>ok</strong> khusus. Setiap individu merupakan pemangku<br />

hak atas segala hak yang dijamin dalam UUD 1945. Begitu juga dengan<br />

kelomp<strong>ok</strong> khusus seperti masyarakat hukum adat juga bertindak sebagai<br />

pemangku hak seperti dijamin dalam Pasal 28I Ayat (3) UUD 1945.<br />

C. Judicial Review Sebagai Salah Satu Mekanisme Perlindungan HAM<br />

UUD 1945 telah memberikan pengakuan dan jaminan atas HAM.<br />

Pertanyaan mendasar yang dapat dikemukakan: bagaimanakah memberikan<br />

jaminan agar hak-hak tersebut tidak dilanggar? 40 Pertanyaan ini menjadi<br />

penting karena HAM yang dilindungi secara konstitusional melalui UUD<br />

1945 akan dapat dilanggar karena alasan dan kepentingan tertentu, terutama<br />

terkait dengan kepentingan politik jangka pendek pembentuk undang-undang.<br />

Terkait kekawatiran tersebut Jeremy Waldron dalam The Dignity of Legislation<br />

menegaskan that legislation and legislatures have a bad name in legal and<br />

political philosopy, a name sufficiently disreputable to cast doubt on their<br />

credentials as respectable source of law. 41<br />

Khusus terkait pelanggaran dalam bentuk kelalaian, berbagai regulasi<br />

dan kebijakan yang dikeluarkan negara berpuang besar untuk itu. Peraturan<br />

perundang-undang yang dibuat baik oleh primary legislator, dalam hal ini<br />

DPR dan pemerintah (berupa undang-undang), maupun secondary legislator<br />

tidak selalu peka terhadap HAM. Terkadang kebijakan dikeluarkan secara<br />

sewenang-wenang, sehingga berpotensi untuk terjadinya pelanggar hak asasi<br />

manusia. Terhadap kemungkinan pelanggaran melalui kebijakan atau regulasi,<br />

39<br />

Seri Bahan Bacaan Kursus HAM, Op.cit., h. 55<br />

40<br />

Pelanggaran HAM didefenisikan sebagai suatu pelanggaran terhadap kewajiban negara yang termuat dalam konstitusi dan instrumen-instrumen<br />

internasional hak asasi manusia. Apabila negara tidak melaksanakan kewajiban konstitusionalnya, maka negara bersangkutan dapat dikategorikan<br />

telah melaku-kan pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran HAM dapat terjadi dalam dua bentuk. Pertama, dilakukan dengan perbuatannya<br />

sendiri (act by commission). Kedua, terjadi karena kelalaiannya sendiri (act by ommission). Pelanggaran dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh<br />

negara melalui aparatnya. Sedangkan pelanggaran dalam bentuk kelalaian dilakukan negara melalui kebijakan yang dibuatnya.<br />

41<br />

Jeremy Waldron, The Dignity of Legislation, Cambridge University Press, 1999, h. 1.<br />

Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 3, September 2014 419

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!