20.01.2015 Views

C4z4lX

C4z4lX

C4z4lX

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

SENI HIBURAN<br />

TEATER<br />

sengaja untuk membangun kelucuan, nyerocos<br />

panjang dalam bahasa Bali.<br />

“Wah, bingung ini, jangan panjang-panjang.<br />

Tadi di latihan tidak ada,” kata Marwoto yang,<br />

walau kebingung an, tetap mempertahankan<br />

dialek Bali-nya.<br />

Riuh-rendah industri pariwisata sesungguhnya<br />

sudah ditanggapi I Wayan Limbak<br />

dan Walter Spies pada 1931 ketika menafsirkan<br />

ulang tari Sanghyang menjadi tari<br />

Cak sebagaimana yang kita kenal sekarang.<br />

Atau Spies dan Bonnet, bersama Tjokorda<br />

Raka Sukawati membentuk kelompok perupa<br />

Pita Maha, yang mewariskan lukisan<br />

bercorak Ubud dan Batuan. Mundur lagi ke<br />

abad ke-8 Masehi, ada nama besar Maharsi<br />

Markandeya, yang mendirikan Pura Besakih,<br />

atau pada abad ke-16 Masehi, Bali mengalami<br />

masa keemasan saat pemerintahan Dalem<br />

Waturenggong.<br />

Dan Bali kini, Bali kontemporer, punya ikon<br />

dan representasi sendiri yang menunjukkan<br />

Bali tidak berhenti. Generasi seniwati-seniman<br />

muda seolah membentuk satu orkestra yang<br />

disuarakan berbarengan, respons yang mencitrakan<br />

identitas kedirian mereka. Nyatanya,<br />

musik, lagu, dan cara mereka berkesenian diterima<br />

zaman. ■ SILVIA GALIKANO<br />

MAJALAH DETIK 22 -- 28 SEPTEMBER 2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!