Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia
Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara
Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara
- No tags were found...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
kurs taruhlah Rp 8S00/US$, maka harga per kgnya sama<br />
dengan Rp 5.695. Setelah dipotong pajak, dan potonganpotongan<br />
lain, minimal AAL bisa mengantongi Rp 4700/kg.<br />
Jadi dia kehilangan Rp 2200 setiap kgnya. Bayangkan bila<br />
AAL bisa mengekspor taruhlah 20 ribu ton CPO?" sambung<br />
Benny serius. Meski demikian keadaan di lapangan tidak<br />
membaik. Setelah sidang umum MPR 1998, harga minyak<br />
goreng bermerek lebih sering raib. Kalaupun bisa didapat,<br />
harganya sudah melambung menjadi Rp 7 ribu/liter.<br />
Artinya pengusaha berhasil memaksakan harga internasional<br />
di pasar loka!.<br />
4. Yang Menolong, Yang Teraniaya<br />
Usaha dari bawah untuk membantu pemerintah<br />
mengatasi keadaan yang menyesakkan napas itu bukan<br />
tak ada. Sebelum nilai Rp terpuruk sampai sebegitu dalam,<br />
lebih dua ra tus kyai dari berbagai pesantren di tanah air<br />
datang ke istana negara . Mereka tak datang untuk<br />
meminta keringanan pajak atau meminta kredit tak<br />
berbunga dari dana reboisasi untuk mengatasi paceklik<br />
dana pembiayaan. Tidak pula meminta pemerintah menjadi<br />
perantara untuk memohon keringanan atau penghapusan<br />
utang dari para kreditor asing, seperti yang dilakukan<br />
para konglomerat dan pengusaha nasiona!.<br />
Mereka, orang-orang dari pesantren itu, datang<br />
untuk menyumbangkan anting-anting, kalung dan gelang<br />
milik anak dan istri mereka buat meringankan beban<br />
pemerintah pada masa krisis. Tak ada pemandangan lebih<br />
mengharukan daripada malam itu. Orang-orang kecil dari<br />
tempat- tempat yang jauh, sebagian cuma bersarung dan<br />
baju koko sederhana, menyerahkan sebundal besar perhiasan<br />
emas. Perhiasan seberat 1,9 kg itu diserahkan<br />
langsung kepada presiden, yang selama tiga dekade<br />
hampir tak pernah menyantuni mereka. Zainuddin MZ<br />
sendiri, kyai sejuta ummat yang memimpin perhelatan itu,<br />
menyumbangkan 1 ons emas miliknya kepada pemerintah.<br />
Bantuan itu memang tak menyelesaikan masalah. Nilai Rp<br />
tetap terpuruk terhadap valas, terutama USS. Maklum<br />
lebih separuh utang luar negeri <strong>Indonesia</strong>, termasuk utang<br />
swasta, diberikan dan mesti dikembalikan dalam mata<br />
uang paman sam itu. Tak banyak yang menyadari bahwa<br />
krisis ini bisa berkembang ke sesuatu yang tak bisa<br />
diduga, termasuk para kyai dan orang-orang dekat istana.<br />
Lebih-Iebih bila diingat kepercayaan kepada kemampuan<br />
pemerintah untuk mengatasi keadaan ini telah pudar.<br />
Lihat saja protes dan ke tidakpuasan yang tidak lagi<br />
ditutup- tutupi, telah merebak di seluruh negeri.<br />
Oi sisi lain, berpijak pada pandangan bahwa rakyat<br />
banyak masih mempercayai sang presiden, Siti Hardiyanti<br />
Rukmana alias embak Tutut menggelar Gerakan Cinta<br />
Rupiah (Getar), 10 Januari 1998. Putri sulung Soeharto<br />
dan salah satu bintang kemenangan Golkar pada Pemilu<br />
1997 itu, memboyong anggota OPR/MPR dari Fraksi Karya<br />
ke dalam gerbong Getar. Tutut sendiri, sebagai pencetus,<br />
merupiahkan US$ 50 ribu guna memperkuat otot Rp . Uang<br />
segitu tentu tak bisa dianggap besar, bila diingat<br />
kapasitas Tutut sebagai pengusaha besar dengan puluhan<br />
anak perusahaan yang menggurita ke mana-mana. Pada<br />
saat sama anggota fraksi karya yang dibawahya hanya<br />
merupiahkan antara USS 1.000-5 ribu. Alhasil US$ yang<br />
bisa dirupiahkan hari itu cuma US$ 650 ribu dengan kurs<br />
Rp 6.4S0/USS.<br />
Namun getar tidak berhenti sampai di situ. Oia terus<br />
menjalar sampai ke menteri-menteri, para pengusaha,