26.09.2015 Views

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

pemerintah mengatasi keadaan di bidang politik," ka ta<br />

Dekan Fakultas Ekonomi UI waktu itu Prof. Dr. Anwar<br />

Nasution. "Manajer pabrik sudah tidak ada lagi, tenaga<br />

ahli sudah pada lari. Bahkan warga ke turunan Cina yang<br />

punya duit pun lari. Akibatnya terjadi capital flight besarbesaran,<br />

menyusul pelarian modal yang telah berlangsung<br />

sebelum krisis. Siapa lagi mau kasih kredit kepada<br />

<strong>Indonesia</strong>? Apalagi melakukan investasi?" tambahnya.<br />

Menurut Anwar gejala ini sangat berbahaya bagi kelangsungan<br />

negara, sebab <strong>Indonesia</strong> saat ini justru sedang<br />

kekurangan dana pembangunan yang amat besar untuk<br />

memutar roda ekonomi.<br />

Guru Besar ekonomi yang biasa bicara lantang itu<br />

memang tidak berlebihan. Perkembangan terakhir<br />

menunjukkan berbagai perusahaan asing dari Taiwan,<br />

Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan lain-lain telah<br />

menghentikan operasinya di <strong>Indonesia</strong>. Perusahaan elektronik<br />

Sanyo menutup 5 pabriknya. Sonny menutup 2<br />

pabrik televisi dan audionya, Sharp menutup 1 pabrik,<br />

Toyota menutup 2 pabrik, dan Nissan menutup 1 pabrik.<br />

"Kami sangat mengkhawatirkan kedaan di <strong>Indonesia</strong>," kata<br />

juru bicara perusahaan elektronik Sanyo di Tokyo memberi<br />

alasan. Sebagai-mana diketahui <strong>Indonesia</strong> merupakan<br />

negara kedua sasaran investasi Jepang di Asia setelah<br />

Cina. 1996 saja sekitar US$ 30 miliar mengalir dari negeri<br />

Matahari Terbit itu ke sini. Amuk massa pada 13- 14 Mei<br />

lalu telah membuat semuanya set back dan mencekam.<br />

Lebih jauh lagi seiring amuk massa yang banyak ditujukan<br />

ke etnis Cina itu, membuat Menteri Ekonomi<br />

Taiwan Wang Chih-kang berang. Dia menginstruksikan<br />

penundaan investasi gula nasional Taiwan di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Sebagai protes pada perlakuan rakyat <strong>Indonesia</strong> terhadap<br />

etnis Cina, kata dia, perusahaan minyak Chinese Petroleum<br />

Corp. menolak membayar uang muka pembelian<br />

minyak kotor dan gas dari <strong>Indonesia</strong>. Sampai saat ini<br />

melalui berbagai proyeknya, investor Taiwan telah<br />

menanamkan 13 miliar dolar lebih, dan merupakan investor<br />

ke 6 terbesar di tanah air. "Me skip un <strong>Indonesia</strong> memiliki<br />

berbagai kekayaan alam yang amat dibutuhkan Taiwan,<br />

kepercayaan investor Taiwan telah menipis akibat kekerasan<br />

yang menyerang penduduk ke turunan Cina," ka ta<br />

pejabat VE Wong Corp. Perusahaan tersebut menunda<br />

investasi untuk waktu yang tidak terbatas, meskipun<br />

telah telanjur mendirikan pabrik senilai USS 4,9 juta di<br />

Sumatera Selatan.<br />

Sementara itu PT Unilever <strong>Indonesia</strong> (Unilever), salah<br />

satu perusahaan multinasional yang sudah puluhan<br />

tahun di <strong>Indonesia</strong>, sejak 18 Mei 1998 menghentikan<br />

operasi di kantor pusatnya di JI. Gatot Subroto . Alasannya<br />

apalagi, jika bukan keamanan? Tenaga Kerja Asing<br />

(TKA)nya bahkan sejak sehari setelah peristiwa penembakan<br />

di Kampus Universitas Trisakti (12 Mei 1998) telah<br />

berkemas kembali ke negaranya maslng-masing. Kini<br />

seluruh TKA Unilever, kata petugas keamanan perusahaan<br />

multinasional itu Saifuddin, telah hengkang ke luar negeri.<br />

PT General Motor Buana <strong>Indonesia</strong> (GMBI) mengeluarkan<br />

jurus agak unik untuk mengatasi keadaan. Manajer Senior<br />

GMBI melakukan kerjasama dengan rekan-rekannya di<br />

<strong>Indonesia</strong> untuk tetap mengoperasikan perusahaan dari<br />

pusat operasi GM Asia dan Pasific di Singapura. GMBI,<br />

menurut Presdir GMBI William S. Botwick, tidak akan<br />

meninggalkan <strong>Indonesia</strong> begitu saja. "Kami berharap<br />

keadaan akan pulih, karena kami mempunyai komitmen<br />

jangka panjang di <strong>Indonesia</strong> dan berharap dapat

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!