26.09.2015 Views

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Dana, yang seyogyanya dipakai buat membayar cicilan<br />

pokok utang dan bunga utang luar negeri itu, lalu<br />

dipakainya untuk mengguyur sektor riil. IMF berang,<br />

negara-negara kreditor marah besar. Para pakar ekonomi<br />

neo liberal pendukung IMF di negeri itu meramalkan<br />

Argentina akan makin terpuruk, akan dikucilkan dalam<br />

pergaulan internasional, investasi luar tak akan masuk,<br />

bahkan yang sudah ada bakal hengkang, dan sebagainya .<br />

Namun kenyataan berbicara lain. Ekonomi Argentina yang<br />

diguyur dana segar berlimpah itu tumbuh 7% tahun itu.<br />

Tahun kedua lebih fantastis lagi. Ekonomi Argentina<br />

tumbuh 8% tanpa utang baru. Tahun ke tiga pemerintah<br />

Argentina sudah boleh berbangga, karena investor luar<br />

sudah berduyun-duyun masuk setelah melihat pertumbuhan<br />

ekonomi yang luar biasa. Para kreditor dan IMF<br />

yang berang itu pun melunak terhadap pemerintah baru<br />

Argentina.<br />

Perkembangan positif di Argentina, Nigeria dan Pakis<br />

tan ten tu juga diama ti oleh tim ekonomi SBY -JK yang<br />

dikomandoi Boediono-Srimulyani. Daripada menghabiskan<br />

segala daya untuk merayu investor asing dan mencari<br />

utang baru untuk mengejar pertumbuhan 6%, mungkin<br />

jauh lebih efektif dan efisien berjibaku mengurangi beban<br />

negara dan rakyat <strong>Indonesia</strong> di forum-forum internasional.<br />

Seiring dengan upaya-upaya tersebut, otot Rp terhadap<br />

US$ atau valuta asing lain tentu harus diperkuat lewat<br />

berbagai terobosan dan instrumen baru yang mestinya<br />

dilakukan B1. Alasannya? Nilai Rp telah diserahkan pada<br />

kehendak spekulan di pasar uang London. Lalu harga<br />

minyak, yang sangat berpengaruh terhadap tarif dan<br />

harga-harga produk di dalam negeri, digantungkan pada<br />

harga internasional. Logikanya setiap nilai Rp menguat<br />

terhadap USS, maka harga BBM, tarif listrik, tarif air<br />

minum, ongkos transport dan harga-harga di dalam negeri<br />

bisa turun. Jadi menguatnya otot Rp terhadap US$ bisa<br />

meringankan beban rakyat.<br />

Cuma dalam memperkuat otot Rp, presiden mesti<br />

hati-hati. Sebab bukan tidak mungkin di dalam kabinet<br />

pun ada orang-orang yang tidak senang. Apalagi sampai<br />

kembali ke kurs sebelum krisis yang Rp 2.100-2. 300/USS.<br />

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Perjalanan sejarah<br />

bangsa ini sejak krisis berkali-kali membuktikan banyak<br />

orang penting negara, tidak menginginkan Rp kembali ke<br />

nilai riilnya sebelum krisis. Bahkan mereka yang tidak<br />

menginginkan Rp menguat dengan kecepatan bagus, juga<br />

tak kurang.<br />

Buktinya tak sulit dicari. Pada masa Kabinet Reformasi<br />

Pembangunan Habibie, misalnya, nilai Rp pernah<br />

mengua t luar biasa: dari Rp 15.000- 17. OOO/US$ menjadi<br />

Rp 6.700 dengan kecendrungan terus menguat. Tiba- tiba<br />

mantan Ketua Bappenas Ginanjar Kartasasmita, entah<br />

mewakili siapa, berteriak lantang. Nilai yang ideal buat<br />

rupiah, menurut dia, adalah Rp 7.000/USS. Penguatan Rp<br />

pun terhenti. Setelah kabinet transisi Habibie diganti, otot<br />

Rp memang mengempis lagi sampai di atas Rp<br />

10. OOO/USS. Namun pada bulan Mei-Juni 2002, masa<br />

Kabinet Persatuan Abdurrahman Wahid-Megawati, otot Rp<br />

menguat lagi. Namun baru saja mencapai angka Rp<br />

8,425/US$, Deputi Gubernur BI Miranda S. Gulthom, yang<br />

mestinya gembira, malah berteriak cemas. Menurutnya<br />

nilai yang bagus buat rupiah, agar perusahaan bisa<br />

ekspor, adalah Rp 8.500-Rp 8.900/USS. Argumen itu jelas<br />

tak masuk akal, karena ketika kurs masih di bawah Rp<br />

2000/USS pun sudah banyak perusahaan nasional yang

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!