26.09.2015 Views

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

tekanan pihak luar ini bisa diperpanjang, tapi sekadar<br />

bahan renungan cukuplah itu.<br />

Cara menekan yang lebih halus dan aman juga tidak<br />

kurang. Yang paling mudah tentu dengan memasukkan<br />

poin-poin di dalam perjanjian pinjaman. Tujuannya sederhana<br />

saja: agar dana yang dipinjamakan segera balik<br />

dengan membawa keuntungan berlipat, sekalian membuka<br />

jalan kepada perusahaan-perusahaan mereka untuk ikut<br />

berebut rezeki . Hadirnya peritel raksasa asal Prancis<br />

(Continent dan Carrepour) di pusat ko ta Jakarta lewat<br />

butir- butir LoI seperti pernah disinggung di bagian lain<br />

buku ini adalah salah satu contohnya. Contoh lain akan<br />

segera kita dapat bila mau memelototi poin-poin kesepaka<br />

tan dengan lembaga pemberi kredit internanasional itu.<br />

Penunjukan konsultan dengan alasan mencegah kebocoran,<br />

misalnya, juga termasuk dalam cara menekan halus<br />

ini. "Dari dulu kita sering mendapat pinjaman dari negaranegara<br />

maju, seperti Jepang, AS, Belanda, Prancis,<br />

Inggris, dan lain-lain. Lalu mereka mewajibkan kita mengambil<br />

konsultan yang mereka tunjuk. Alasannya sih mulia,"<br />

tutur Pengamat Ekonomi dari INDEF Didik J Rachbini sinis.<br />

Bagi Didik itu sebenarnya merupakan korupsi yang<br />

dilegalkan. "Uang pinjaman itu sebagian balik lagi kepada<br />

mereka dalam bentuk fee buat technical assistance, yang<br />

manfaatnya hampir tidak ada," jelasnya cepat. "Mestinya<br />

kita hitung juga keuntungan dari technical assistance<br />

yang mereka berikan. Bila tidak ada atau terlalu minim<br />

dibanding fee yang amat mahal itu, sebaiknya pemerintah<br />

menghentikannya. Sebab itu juga merupakan pemborosan<br />

duit pinjaman yang nantinya harus kita bayar berikut<br />

bunga," sambungnya serius. "Lihat saja konsultan BPPN<br />

(Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Setelah kita<br />

bayar mahal, apa sih hasilnya?" imbuh Didik retoris.<br />

Sorotan kritis Didik memang tidak berlebihan. Sejak<br />

dibentuknya lembaga itu sampai berakhirnya Kabinet<br />

Reformasi Pembangunan Habibie dan naiknya Gus Dur,<br />

kinerja BPPN tetap saja payah dan kedodoran. Padahal<br />

dia telah membayar konsultan asing Lehman Brothers Inc<br />

dan JP Morgan, dibantu konsultan lokal PT Danareksa dan<br />

PT Bahana. Sampai bulan Juni 1999 saja biaya yang<br />

dikeluarkan buat membayar konsultan Rp 650 miliar yang<br />

diambil dari APBN, dan USS 10 juta diambilkan dari proyek<br />

Bank Dunia buat keperluan manajemen, audit, hukum,<br />

teknologi, pembukuan, dan akuntansi.<br />

Glen terang- terangan mengakui ini di depan Komisi<br />

VIII DPR- RI (28 Juni 1999) . Dari bagian APBN, ka ta dia,<br />

sekitar Rp 400 miliar merupakan biaya untuk membayar<br />

konsultan asing. Menurutnya seluruh biaya itu diperlukan<br />

untuk melakukan kegiatan finansial, legal due diligence,<br />

serta tindakan penyehatan lebih 50 bank, serta pengelolaan<br />

seluruh aset di BPPN. Pertanyaannya kemudian:<br />

sudah sebandingkah hasil yang diperoleh dengan biaya<br />

yang dikeluarkan itu? Jawaban atas pertanyaan dasar itu<br />

amat meragukan. Buktinya sampai saat ini belum terlihat<br />

adanya bank yang menjadi sehat setelah dirawat.<br />

Sementara aset-aset perusahaan yang diserahkan kepada<br />

BPPN pun amat seret untuk diuangkan.<br />

Meskipun demikian BPPN tak punya nyali untuk mengurangi<br />

atau memulangkan para konsultan asingnya.<br />

Bahkan sampai habis masa 'baktinya' lembaga super itu<br />

tak pernah mengurangi konsultannya. "Kita masih memerlukan<br />

keahlian mereka," ka ta Deputy Ketua BPPN Farid<br />

Harijanto pendek ketika ditanyakan masalah tersebut<br />

waktu itu. Dalam perjalanan waktu boleh dibilang telah

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!