Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia
Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara
Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara
- No tags were found...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
pengembangan usaha kecil.<br />
Tak berhenti sampai di situ. Dalam rangka memberdayakan<br />
ekonomi rakyat dan koperasi, Adi maju lagi<br />
dengan gagasan mengembalikan Bank Bukopin yang sudah<br />
berbentuk PT ke bentuk koperasi. Tentu saja tidak semua<br />
orang setuju. Bahkan Menperindag/Kabulog Rahardi Rame<br />
Ian dibuat berang karenanya. Rahardi merasa dilangkahi,<br />
karena tidak diikutkan dalam musyawarah mengenai hal<br />
tersebut. Padahal Yayasan Bulog adalah pemegang saham<br />
mayoritas (33,77%) Bank Bukopin. Untungnya Rahardi<br />
tidak lantas mutung. Setelah dijelaskan dia pun nampaknya<br />
legowo. Apalagi para pemegang saham lain, Gerakan<br />
Koperasi (32,69%), Pemerintah RI (20,61%), dan Asosiasi<br />
Panel Kayu <strong>Indonesia</strong>/APKINDO (12,93%) - telah lebih dulu<br />
menyatakan persetujuan mereka atas perubahan status<br />
itu.<br />
Meskipun para pemegang saham setuju, itu tidak<br />
lantas berarti semua persoalan beres. Kecurigaan bahwa<br />
perubahan status itu bermotivasi politik tetap bergulir.<br />
Kecurigaan secara terang- terangan dan sembunyisembunyi<br />
ditujukan kepada Menkop/PKM, yang dianggap<br />
arsitek perubahan sekaligus deka t dengan Partai Daulat<br />
Rakyat. Cara pandang seperti itu dikemukakan antara lain<br />
oleh Pengamat Perbankan Elvyn G. Masassya. "Ada 2 hal<br />
yang melatarbelakangi perubahan sta tus tersebut.<br />
Pertama, kepentingan ekonomi yang dilatari kepentingan<br />
politik. Kedua, kepentingan ekonomi murni," jelasnya<br />
kepada penulis waktu itu yang datang menemuinya buat<br />
majalah SWA. "Untuk yang pertama, saya pikir Anda tahu<br />
sendirilah," tambahnya pendek.<br />
Intinya, kata Elvyn, lembaga itu pada akhirnya bertujuan<br />
atau akan diarahkan untuk membiayai kekuatan<br />
atau kelompok ekonomi tertentu. Seandainya itu terjadi,<br />
artinya bank yang sudah bersta tus hukum koperasi itu<br />
membiayai atau memberikan kredit kepada satu koperasi<br />
atau kelompok koperasi tertentu dalam jumlah besar.<br />
Maka apa bedanya dengan bank yang memberikan pembiayaan<br />
kepada korporasi/perusahaan? "Lagipula bank<br />
yang melayani pembiayaan seperti itu juga sudah cukup<br />
banyak, seperti BRI, Bank Perkreditan Rakyat, dan sejumlah<br />
bank swasta yang memprioritaskan pada hal yang<br />
sama" tegas Elvyn sungguh-sungguh.<br />
Terlepas dari pro-kontra dan segala perdebatan yang<br />
terus mengikuti langkah Menkop. Juga terlepas dari<br />
kecurigaan bahwa Menkop/PKM amat berambisi memiliki<br />
Bank Bukopin untuk mewujudkan Ekonomi Kerakyatannya,<br />
setelah gagal mendapatkan dana kongkrit Rp 10 triliun<br />
dari pemerintah. Adi sendiri mengang-gap sudah waktunya<br />
Bank Bukopin kembali ke khitah, yaitu bank yang<br />
spesial membiayai usaha perkoperasian. "Pengalihan dasar<br />
hukum itu untuk mengembalikan basis usaha Bukopin,<br />
yang semula membiayai usaha perkoperasian, lalu bergeser<br />
menjadi seperti laiknya bank umum," jelas Menkop<br />
mantap.<br />
Senada dengan Menkop, Dirut Bank Bukopin Indra<br />
Kesuma mengatakan motivasi awal perubahan sta tus<br />
hukum Bank Bukopin, dari PT menjadi Koperasi, adalah<br />
concern pemerintah untuk ber- pihak kepada pengusaha<br />
kecil dan koperasi. Di mata Indra sampai sekarang tidak<br />
ada Bank yang concern terhadap pengembangan usaha<br />
kecil dan koperasi. "Kalaupun ada mungkin hanya basabasi<br />
saja'" tegasnya. Indra mungkin tidak mengada-ada.<br />
Kesulitan anggota ARDIN dan koperasi di berbagai daerah<br />
memperoleh pinjaman dari BRI sudah sering terdengar.