26.09.2015 Views

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia - Biar sejarah yang bicara

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Agustus 1998, Berbisnis di Tengah Rongrongan Anarki).<br />

Toh isu ini berhasil dimanfaatkan pemerintah, sehingga<br />

Consultative Group on <strong>Indonesia</strong> (CGI) merasa iba dan<br />

komit untuk memberi pinjaman US S 8 miliar kepada<br />

<strong>Indonesia</strong> dalam tahun anggaran berjalan. Bila digabung<br />

dengan pinjaman IMF, maka jumlah utang baru menjadi<br />

US S 14 miliar. Bagaimana mengembalikannya nanti? Buat<br />

pertanyaan mendasar ini, seperti biasa tak ada yang<br />

bersedia menjawab.<br />

Seperti pendahulunya pula, pemerintah Habibie pun<br />

bangga dengan pemberian utang baru yang melebihi<br />

target. Dia menganggap kucuran utang baru sebagai bukti<br />

kepercayaan internasional kepada pemerintahannya.<br />

"Belum pernah kita menerima bantuan sebesar yang kita<br />

terima tahun ini. Tidak kurang dari US S 14 miliar. Dan<br />

bantuan itu diberikan secara spontan," tuturnya bangga<br />

di depan sidang paripurna I DPR, 15 Agustus 1998. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa pemerintahan transisi Habibie bersama<br />

kabinetnya masih menggunakan paradigma lama<br />

untuk memanaje <strong>Indonesia</strong> baru. Paradigma usang ini<br />

nampaknya masih berlaku sampai saat ini, meski SBY-JK<br />

dalam kampanyenya menjanjikan perubahan. Pemerintah<br />

belum kapok berutang, bahkan tidak kreatif untuk<br />

menciptakan terobosan- terobosan baru gun a mengatasi<br />

krisis. Utang luar negeri yang telah menjerumuskan<br />

<strong>Indonesia</strong> ke jurang krisis, malah kembali dijadikan Habibie<br />

sebagai andalan untuk mengangkat negara dan rakyat<br />

dari keterpurukan. Pilihan ini terpaksa ditelan kabinet<br />

transisi karena minimnya dukungan di dalam negeri.<br />

Habibie sendiri sebenarnya tak sepenuhnya mendapat<br />

kepercayaan lembaga super itu. Dia dicurigai sebagai<br />

fundamentalis, atau setidaknya dikelilingi oleh orangorang<br />

yang anti terhadap liberalisasi<br />

ekonomi. Indikatornya mudah<br />

didapat. Diulur-ulurnya pencairan<br />

plnJaman oleh lembaga super<br />

kuasa itu adalah bukti yang tak<br />

dapat dibantah. Akibat berlarutnya<br />

pencairan bantuan tersebut banyak<br />

kalangan menuduh IMF mempermainkan<br />

<strong>Indonesia</strong> dan memperkeruh<br />

situasi. Pendapat seperti<br />

itu antara lain dikemukakan Guru<br />

Kwik Kiall Gie<br />

Besar FE-UI Lepi T. Tarmidi, pengamat<br />

ekonomi Kwik Kian Gie, dan pemimpin kaum reformis<br />

Amien Rais. Halaman media massa sampai bulan Agustus<br />

1999 masih banyak dihiasi berita-berita krisis yang<br />

merisaukan dan protes terhadap IMF yang terus<br />

menunda-nunda pencairan pinjaman.<br />

Di tataran yang lebih mikro, keraguan terhadap Habibie<br />

dipicu oleh liarnya minyak goreng dan tersendatnya<br />

distribusi sembako . Saking tidak enaknya situasi itu<br />

sampai-sampai ada yang curiga Habibie telah dikerjai oleh<br />

para pen gus aha yang sebenarnya sedang dibantunya<br />

menghadapi kreditor. Tak putus asa, Habibie kemudian<br />

mengerahkan delapan menteri untuk bergotong-royong<br />

mengatasi keadaan. Namun minyak goreng tetap sulit<br />

didapat, dan harganya tetap di atas Rp 6.000jkg Uauh di<br />

atas harga yang dipatok pemerintah Rp 4.000 di tangan<br />

konsumen, kecuali membelinya saat operasi pasar. Soal<br />

operasi pasar ini banyak pakar ekonomi, antara lain Dr.<br />

Srimulyani Indrawati dan Marie Elka Pangestu (alumnus<br />

FE-UI yang aktif di CSIS), mengeritiknya sebagai gerakan<br />

mendistorsi pasar. Namun saat menjadi menteri di Kabinet

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!